Translate This Blog

17.6.11

Olok-Olokan Allah Atas Orang-Orang Yang Telah Menipu-Nya

Olok-Olokan Allah Atas Orang-Orang Yang Telah Menipu-Nya



وإذا لقوا الذين آمنوا قالوا آمنا وإذا خلوا إلى شياطينهم قالوا إنا معكم إنما نحن مستهزئون
الله يستهزئ بهم ويمدهم في طغيانهم يعمهون

“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman." Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok". Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka” (Q.S. Al-Baqarah : 14-15).

Sesungguhnya Allah Maha Kuasa lagi Maha Mengalahkan orang-orang yang sedang memperolok-olok diri-Nya! Apapun yang disembunyikan di dalam hatinya, Dia (Allah) Maha Mengetahui! Sekiranya orang-orang yang mengaku beriman, padahal tidak, berbuat seolah-olah telah beriman kepada Allah, maka Dia akan membukakan aibnya di hadapan manusia yang beriman! Inilah cara Allah Azza wa Jalla memperolok-olok orang-orang yang menipu diri-Nya! Dan olok-olokan Allah Swt sungguh lebih menyakitkan.

Adalah Dia Yang Maha Perkasa atas seluruh makhluk-Nya yang sangat lemah tak berdaya! Karena itu, Allah Azza wa Jalla dapat berbuat sebagaimana yang dikehendaki-Nya! Dunia adalah tempat yang di situ manusia mempertaruhkan keadaan dirinya untuk dapat menjumpai Allah Yang Maha Mulia! Dunia merupakan ladang untuk menyemai segala benih yang dipersiapkan untuk dapat dipanen dan dipergunakan sebagai bekal di Hari Kemudian!

Berjumpa dengan Allah saat masih hidup di alam dunia adalah perintah-Nya! Tetapi, bagaimana mungkin orang-orang yang telah menipu Allah dapat ditemui-Nya sekiranya dia belum bertobat? Kesucian diri (jiwa atau ruh atau hati) harus dimulai dengan mengakui atas seluruh kesalahan dan dosa di hadapan-Nya dengan sebenar-benarnya! Dengan cara inilah (taubatan nasuha), Allah pasti menghapus seluruh kesalahan dan dosa-dosanya, juga olok-olokan-Nya!

Balasan Allah Azza wa Jalla atas olok-olokan mereka sesungguhnya merupakan cara Allah Swt memperingatkan mereka. Allah bermaksud menghentikan mereka agar menjadi mukmin sejati, bukan palsu! Seorang mukmin sejati sangat mencintai Tuhannya! Allah Swt dirindukan dalam jiwanya (hatinya atau dirinya atau ruhnya) setiap waktu tanpa merasa lelah dan terpaksa! Mereka pun sangat mengharap perjumpaan dengan Tuhannya!

Itulah sebabnya seorang yang telah beriman dengan sebenar-benarnya beriman pasti tidak akan merasa terpaksa dan lelah ketika menyeru asma-Nya di dalam dirinya (hatinya atau jiwanya atau ruhnya). Apapun yang diperintah Allah pasti diikuti! Ketika Allah berfirman agar bertakwa dengan sebenar-benarnya dan jangan mati kecuali telah berserah diri, dia ikuti dengan sepenuh hati.

يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan berserah diri (muslim)” (Q.S. Ali Imron : 102).

Orang-orang yang berserah diri kepada Allah dimaknai, sebagaimana pada tulisan “Damai Hidup Tak Pernah Rugi”, sebagai orang-orang yang telah ‘menempatkan’ Allah di hatinya sepanjang hidupnya dengan diikuti oleh akalnya untuk memikirkan kemahabesaran Allah sebagai Tuhan Yang Maha Pencipta dan Maha Berkuasa atas dirinya. Allah menjadi tujuan yang sangat didambakan dalam menjalani kehidupan di dunia demi kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di Hari Kemudian! Mereka tempuh kehidupan dengan berpegang teguh pada kemahabesaran-Nya! Hidup merupakan sebuah perjalanan untuk menemui-Nya! Semuanya milik Allah dan akan kembali kepada-Nya.

الذين يظنون أنهم ملاقوا ربهم وأنهم إليه راجعون

“(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya” (Q.S. Al-Baqarah : 46).

Begitulah keyakinan orang-orang yang sebenar-benarnya beriman kepada Allah. Hatinya benar-benar tenang karena senantiasa merindukan Allah Azza wa Jalla. Dia (Allah) pun rido memintanya untuk kembali (menemui) kepada-Nya dengan merasa puas hatinya dan mendudukkan sebagai hamba-hamba-Nya. Kelak dia ditempatkan di surga-Nya.

يا أيتها النفس المطمئنةارجعي إلى ربك راضية مرضيةفادخلي في عباديوادخلي جنتي

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku” (Q.S. Al-Fajr : 27 – 30).

Ayat ini tentu saja ditujukan kepada orang-orang beriman yang ketika di alam dunia hatinya (jiwanya atau dirinya atau ruhnya) sudah mencapai puncak ketenangan (mutmainnah), dan Allah pun rido untuk menjumpainya (bahkan ketika jasadnya masih berada di dunia). Dia Maha Berkuasa, yang dengan kekuasaan-Nya Allah dapat berada di manapun yang tidak dapat dibatasi oleh suatu keadaan dan waktu tertentu. Dia Tuhan Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Bathin, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu.

هو الأول والآخر والظاهر والباطن وهو بكل شيء عليم

“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (Q.S. Al-Hadiid : 3).

Oleh karena itu, sekiranya ada seorang mukmin yang tidak menginginkan Allah memperolok-oloknya, maka bersegeralah untuk mencintai-Nya. Cara mencintai Allah sudah dijelaskan di beberapa tulisan saya sebelumnya. Saya hanya akan mempertegas kembali bahwa apabila berniat untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan berdzikir, sebaiknya bertanya kepada seorang Mursyid (Guru) yang sudah berpengalaman dalam menempuh perjalanan menuju kepada-Nya!

Adalah dia sang Guru merupakan orang yang telah diajarkan Al-Hikmah oleh Allah Azza wa Jalla cara merindukan Dia! Beliau adalah orang yang telah dijumpai oleh Tuhannya! Perjumpaan dengan diri-Nya menghilangkan seluruh kepenatan, gangguan, hinaan, cacian dan olok-olokan iblis kepadanya! Dalam jiwa seorang Guru telah tertanam rasa kerinduan yang mendalam kepada Tuhanya (Allah Yang Maha Mulia)! Sebagai seorang ‘Mukmin Sejati’ (ma’rifat), Guru dikaruniai keutamaan-keutamaan oleh Allah Azza wa Jalla agar dapat diajarkan kepada murid-muridnya!

Pengalaman seorang Guru yang telah melepaskan diri dari tipu daya setan telah membuat dia (setan) marah! Allah Swt sebagai Tuhan Yang Maha Penyayang telah memperlihatkan bagaimana setan marah kepadanya! Semua cara ditempuhnya agar kembali mengikuti ajakannya (setan) yang tersembunyi di dalam jiwa; merayu dengan memberi fasilitas, menakut-nakuti akan ketidakmampuan menghadapi dirinya, mengganggu ketika sedang berkhidmat kepada Allah Yang Maha Suci, menyodorkan kenikmatan duniawi, menyerang dengan mengirimkan ‘pasukan berkuda’ dan menjebak dengan harta (limpahan emas dan uang goib yang sangat menggoda!).

Akan tetapi, Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana tidak pernah membiarkan hamba-hamba-Nya yang dengan sungguh-sungguh sedang menempuh perjalanan menuju kepada-Nya! Allah Maha Kuasa tak dapat terkalahkan oleh makhluk-Nya! Dia (Allah) dapat berbuat sebagaimana yang sangat sulit dipahami oleh makhluk-Nya, selain oleh diri-Nya sendiri! Hanya dengan berkata: “kun,” “fayakun,” maka segala persoalan yang dihadapi seorang sufi yang sedang menempuh perjalanan diberi jalan keluarnya dengan mudah!

Keutamaan-keutamaan yang dilimpahkan kepada sang Guru akan disalurkan kepada orang-orang yang berkhidmat mengikuti ajaran (nya), yang bersumber dari Dia Yang Maha Mengetahui, atas seizin-Nya! Sebutan ‘Ajaran’ tidak berarti ajaran yang tanpa menyandarkan kepada kebenaran, melainkan suatu proses pembimbingan yang disampaikan oleh sang Guru kepada muridnya. Metode yang digunakan merujuk kepada anugerah Al-Hikmah yang telah dikaruniakan dari Allah Azza wa Jalla.

Seperti halnya seorang guru di lingkungan akademis, seorang Mursyid juga memberikan ‘materi’ yang disampaikan kepada murid-muridnya (mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi). ‘Materi’-nya akan disesuaikan dengan tingkat keyakinan sang murid! Murid di lingkungan lembaga pendidikan formal dibatasi oleh ketentuan-ketentuan lahiriah (bukti-bukti jenjang pendidikan; dari TK ke SD, dari SD ke SMP, dari SMP ke SMA dan dari SMA ke PT). Sedangkan dalam ‘kegiatan’ ini (Tasawuf), setiap muslim yang sudah (bukan belum atau tidak) menunaikan kewajibannya secara istiqamah, maka dia memiliki hak untuk mengikutinya! Sang murid pun sudah boleh mengamalkan dzikir!

Asma Allah disebut di dalam hati akan mengguncangkan jiwa (bukan sakit jiwa!) karena setiap asma-Nya diseru mengandung Kekuatan Ilahiah! Maka, seorang Mursyid akan memandu dzikir seorang murid dengan asma-Nya yang terpilih sejalan dengan keadaan jiwanya (dirinya atau hatinya atau ruhnya).

Beberapa alasan mengapa harus dipandu dalam berdzikir adalah pertama, asma Allah sebagai salah satu Perwujudan Kekuasaan Allah di wilayah kekuasaan-Nya! Allah sebagai Tuhan Yang Maha Berkuasa akan “Terusik” atas diri-Nya disebut-sebut. “Terusik” bukan dimaknai dalam pengertian manusia sebagai “Terganggu”, melainkan Dia akan “Memberi Perhatian” kepada hamba-Nya yang sedang mengingat diri-Nya. “Keterusikan” Dia akan mengguncangkan ‘Arasy-Nya!

Kedua, dzikir yang berarti mengingat juga menyebabkan bagi yang mengingat-Nya akan merasakan ‘dampak’ guncangan ‘Arasy-Nya! Tubuhnya dapat merasakan ‘dampak’ guncangan tersebut. Karena itu, berdzikir di dalam hati akan lebih cepat dirasakan hasilnya daripada bila dzikir di lisan. Iblis, yang selama ini bersarang di dada manusia, pun menerima ‘dampak’nya! Bagi iblis, dzikir mengakibatkan dirinya terbakar! Akibatnya, dia menjadi marah kepada ahli dzikir!

Ketiga, Allah Azza wa Jalla akan menurunkan pertolongan-Nya kepada setiap ahli dzikir dengan pengalaman sang Guru! Allah Azza wa Jalla telah rido kepada seorang Mursyid yang telah didudukkan sebagai hamba-Nya dengan predikat (derajat) insan kamil! Derajat semacam ini diberikan kepadanya setelah beliau diterima kehadirannya oleh Allah Azza wa Jalla di hadirat-Nya! Sang Guru sudah mengenal diri (nya) sendiri, yang adalah diri (Nya) dalam keadaan sebagai ‘Pribadi Yang Sempurna’! Dengan derajat inilah sang Guru ‘dapat’ mengetahui apa yang dikehendaki Allah Azza wa Jalla. Cahaya-Nya telah terpancar ke dalam jiwanya (sang Guru)!

Ketiga alasan tersebut, paling tidak, dapat menjadikan sang Guru dapat membimbing para ahli dzikir apabila diketahui keusilan iblis terhadap para muridnya yang sedang berkhidmat memuji Allah. Allah Azza wa Jalla sebagai Kekuatan Tunggal telah memilihnya sebagai wasilah (perantaraan) menghadirkan pertolongan-Nya untuk para ahli dzikir! Pilihan Allah sama sekali tidak didasarkan atas ‘keinginan’ nafsu manusia, melainkan hak-Nya untuk menetapkan siapa yang Dia kehendaki.


Mengapa Bertasawuf?

Saya seolah ‘memaksa’ setiap mukmin untuk bertasawuf! Istilah ini kerapkali dihubungkan dengan ‘dunia goib’! Sementara ini ada sebagian kaum muslim yang ‘risih’ terhadap dunia tasawuf (yang goib)! Apapun pandangan yang masih miring tentang dunia tasawuf, saya dapat memahaminya!

Akan tetapi, materi ini sudah sepatutnya diketengahkan ke publik untuk dikenali secara lebih dekat. ‘Mengetengahkan’ berarti memusatkan perhatian dari semua pandangan, maka sebaliknya, ‘memojokkan’ berarti menyembunyikan dari setiap orang-orang yang beriman adanya pengetahuan ‘dunia goib’! Padahal ciri orang bertakwa salah satunya adalah meyakini adanya ‘dunia goib’! Allah Swt telah berfirman saat menegaskan tentang kebenaran Al-Qur’an, yang tidak ada keraguan sedikitpun di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa. Allah Swt menjelaskan bahwa orang-orang bertakwa adalah

الذين يؤمنون بالغيب ويقيمون الصلاة ومما رزقناهم ينفقون

“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka” (Q.S. Al-Baqarah : 3).

Demikian juga Dia (Allah) telah menegaskan bahwa hal goib itu milik-Nya. Dia Maha Mengetahui yang goib dan yang nampak.

ويقولون لولا أنزل عليه آية من ربه فقل إنما الغيب لله فانتظروا إني معكم من المنتظرين

“Dan mereka berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu keterangan (mukjizat) dari Tuhannya?" Maka katakanlah: " Sesungguhnya yang gaib itu kepunyaan Allah; sebab itu tunggu (sajalah) olehmu, sesungguhnya aku bersama kamu termasuk orang-orang yang menunggu“ (Q.S. Yunus : 20).

هو الله الذي لا إله إلا هو عالم الغيب والشهادة هو الرحمن الرحيم

“Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nampak, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-Hasyr : 22).

Dari ayat-ayat tersebut, maka sebenarnya keyakinan itu termasuk perkara yang dapat dicerna tidak an sich oleh akal, selain juga (yang paling utama) terletak bagaimana hatinya (ruhnya atau jiwanya atau dirinya)! Akal dapat saja menerima, tetapi hatinya belum tentu. Ini yang mendasari keimanan seseorang saat disampaikan kepadanya agar hanya mengakui bahwa “Tiada Tuhan kecuali Allah.” Tetapi, kaum Yahudi atau Nasrani tidak mau mengakuinya, sekalipun akalnya tidak dapat mengelak akan kebenaran ayat-ayat Allah!

Dengan kata lain, ‘dunia goib’ bukan semata-mata membicarakan tentang makhluk halus (jin yang goib), selain keberadaan goib termasuk suatu keharusan yang diyakininya bila berharap menjadi bertakwa. Sudah pasti bahwa apabila Allah adalah Zat Yang Maha Goib, maka makhluk-makhluk goib pun harus diakui keberadaannya. Agak sulit untuk mencapai derajat mengenal Allah Yang Maha Goib (secara wujud-Nya) sekiranya tidak melampaui keberadaan makhluk goib, yang juga adalah ciptaan-Nya!

Namun demikian, ilmu tasawuf sama sekali tidak mengajak untuk mengkhususkan mempelajari makhluk goib, selain bahwa hal-hal goib sudah pasti tidak terelakkan untuk dikenalinya. Ilmu tasawuf sesungguhnya sudah dilakukan oleh Rasulullah Saaw dengan sebutan yang tidak sama! Beliau mempekenalkan bagaimana seharusnya seorang mukmin mengenal dirinya, yang berarti dia akan mengenal Tuhannya. Beliau sendiri menyatakan bahwa dirinya manusia (basyar) sebagaimana manusia pada umumnya, selain yang membedakannya dengan manusia lain bahwa beliau menerima wahyu. Allah Azza wa Jalla mewahyukan kepada beliau melalui perantaraan Jibril a.s. dengan ungkapan sebagai berikut:

قل إنما أنا بشر مثلكم يوحى إلي أنما إلهكم إله واحد فمن كان يرجو لقاء ربه فليعمل عملا صالحا ولا يشرك بعبادة ربه أحدا

“Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya" (Q.S. Al-Kahfi : 110).

Allah Swt telah menjanjikan akan menjumpai hamba-Nya sekiranya mereka berharap ingin menemui-Nya. Perjumpaan dengan Allah Yang Maha Goib tidak semudah yang kita bayangkan, selain dengan penuh keyakinan bahwa apa yang difirmankan-Nya adalah benar. Bahwa Allah pasti menepati janji-Nya.

Itulah sesungguhnya inti Ajaran Tasawuf! Allah Swt akan membimbing kaum mukmin yang telah menyadari akan tujuan hidup! Melalui praktek bertasawuf, seorang mukmin akan diantarkan untuk mengenal Tuhannya, Dia adalah Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana! Betapapun kita sudah memahami inti ajaran Islam, yang diperoleh dengan belajar menguasai syari’ah (hukum-hukum yang melandasi tata cara peribadatan kepada Allah), sekiranya tidak memiliki harapan untuk mengenal siapakah diri kita yang sesungguhnya, maka sangat terasa masih belum dekat dengan Allah Azza wa Jalla!

“Siapa yang mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhannya!” Pernyataan ini sudah sangat dikenal secara umum oleh kaum muslim. Sebagai orang yang mengetahui akan kebenaran ayat-ayat Allah dan sabda Nabi-Nya Saaw, maka kaum muslim sudah sepatutnya mengkaji diri siapakah sesungguhnya Allah itu? Kajian semacam ini untuk lebih mempertajam pemahaman hakikat dari semua peraturan yang sudah ditetapkan oleh Allah Yang Maha Pencipta.

Menanyakan siapakah Allah itu tidaklah dipahami sebagai menyoal Zat-Nya, selain untuk mengenal lebih dekat tentang kedudukan-Nya sebagai Tuhan Yang Maha Pencipta! Sebagai Tuhan Yang Mahaesa, maka kemutlakan akan kebenaran-Nya tidak dapat terbantahkan, bahwa selain diri-Nya adalah batal sebagai Tuhan yang patut disembah! Allah sebagai satu-satunya Tuhan, yang tiada dua-Nya, maka bagi-Nya hanya ada satu (tunggal)! Dia lah Allah Yang tiada Tuhan kecuali diri-Nya!

Allah Azza wa Jalla dalam kedudukan-Nya sebagai Tuhan Yang Maha Berkuasa, maka di dalam kekuasaan-Nya tidak ada yang dapat menyamai-Nya! Dengan kekuasaan-Nya itulah semua ciptaan-Nya tidak dapat menolak untuk tunduk dan patuh kepada-Nya! Ini adalah suatu ketetapan yang tidak ada satu orang makhluk pun dapat menghalangi Allah dalam berketetapan menurut apa yang dikehendaki-Nya!

Bertasawuf mem-bijak-kan kecongkakan akal yang tidak mau tunduk dan patuh kepada Allah Azza wa Jalla sebagai Tuhan Yang Maha Pencipta dengan ketetapan-Nya mengikat seluruh makhluk-Nya karena Dia Maha Berkuasa lagi Maha Luas Ilmu-Nya! Oleh karena itu, tasawuf sesungguhnya merupakan suatu cabang ilmu-ilmu keislaman yang mengajarkan kepada setiap yang menjalankannya secara sungguh-sungguh akan menghasilkan kedalaman pengetahuan tentang inti (hakikat) suatu pelaksanaan peribadatan kepada Allah Yang Maha Mulia Lagi Maha Bijaksana! Allah Swt sebagai Tuhan Yang Maha Penyayang dengan bijaksana mencurahkan anugerah Al-Hikmah (kebijaksanaan Allah) kepada para pelaku tasawuf sebagai wujud ada-Nya Dia di hadirat-Nya.

Al-Hikmah merupakan suatu karunia, yang karena Allah Maha Penyayang kepada manusia yang telah meyakini Allah Swt sebagai Tuhannya, yang dicurahkan untuk menuntun menuju jalan-Nya kepada para pelaku tasawuf! Dengan Al-Hikmah tersebut, kaum sufi diharapkan tidak menemukan kesulitan dalam menempuh perjalanan menuju kepada-Nya.

Tujuan akhir yang didambakan menjalankan tasawuf adalah mengenal Allah Azza wa Jalla dalam wujud-Nya sebagaimana wujud hamba-Nya! Inilah dambaan kaum sufi yang telah mencapai derajat ma’rifat.








NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post

2 komentar

avatar

Assalamu'alaikum...

Bismillah, salam sejahtera atas kami dan atas hamba2 Allah yg saleh, mudah2an Eyang di berikan beberapa karunia dan di berikan usia yg panjang yg di berkahi.


Apakah...Bagi para penempuh perjalanan ruhani itu lebih banyak mengharapkan Anugrah Allah di bandingkan dg ketaatan dan kecintaan utk melakukan ibadah kpda-Nya.

Kemudian kalau anugerah, keajaiban dan kebijaksanaan dari-Nya blm juga muncul pd si salik dlm proses wkt yg lama maka akan timbul keputus asaan.

Pertanyaanya...
Bagi org2 yg tlh di beri anugrah apakah berkurang utk melakukan ibadah2 yg lain secara istiqamah dan hanya mengedepankan anugerah saja. Kalau kata ulama istiqamah lbh baik dr pd seribu karomah.

Dan saya juga termasuk org2 yg terlalu mengharapkan Anugrah kemudian ada rasa pts asa jika blm di berikan.

Terima ksh, jika ada tulisan a yg salah maka sy mohon maaf.
Wasallam.

avatar

Wa 'alaikum salam warohmatullah wabarokatuh

Pak Husaenahmad apapun yang telah ditetapkan oleh Allah atas seorang hamba-Nya, maka tak ada seorang pun yang dapat mencampuri-Nya! Allah Azza wa Jalla berhak memberi karunia kepada siapa pun yang Dia kehendaki.

Anugerah atau pemberian Allah kepada seorang yang telah Dia tetapkan, maka hak mutlak ada pada diri-Nya! Adakah hubungan antara anugerah dengan istiqamah dalam melakukan pendekatan diri kepada-Nya? Andaikan Allah Azza wa Jalla berkehendak memberi kepada seorang anak kecil yang belum melakukan ibadah secara istiqamah (dengan perhitungan waktu), maka juga adalah kehendak-Nya! Adakah yang dapat mencampuri-Nya? Tak ada satu orang pun yang dapat mencampuri kehendak-Nya.

Dengan demikian, apa yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla sebagai kehendak-Nya dengan setia beribadah kepada-Nya tanpa putus (istiqamah) sesungguhnya dapat terjadi secara bersamaan atau terpisah. Maksudnya begini:

Secara bersamaan adalah apabila anugerah yang ditetapkan oleh Allah kepada seorang salik berkat keistiqamahannya dalam beribadah kepada Allah, maka anugerah yang ditetapkan kepada seseorang tanpa disebabkan karena keistiqamahannya disebut pemberian (anugerah) secara terpisah.

Adakah perbedaan di antara keduanya? Jelas pasti ada perbedaannya! Sekiranya anugerah diperoleh akibat istiqamah dalam mendekati Allah, maka kualitas karunianya sangat 'mumpuni'. Sedangkan anugerah yang diperoleh karena Allah berkehendak menganugerahkan, maka karunianya akan menjadi bertambah baik apabila dia (yang menerima anugerah) benar-benar memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh setelah pemberian (anugerah) itu diterima.

Jadi, yang pertama (istiqamah) dilalui dengan berjuang, dan tentu saja membutuhkan kesabaran karena memakan waktu yang cukup melelahkan, tetapi hasilnya insya Allah berkualitas. Maka, untuk yang ditempuh melalui perjuangan panjang sebaiknya tidak berprasangka jelek kepada Allah! Sesungguhnya Allah sangat Menyayangi hamba-Nya yang terus menerus tidak merasa lelah. Solusinya: biarkanlah bahwa anugerah Allah itu merupakan hal goib, dan karena itu: "Tunggu saja. Sessungguhnya aku bersama kamu termasuk dari golongan orang-orang yang menunggu" (Q.S. Yunus : 20). Dan, di sinilah sesungguhnya seorang sufi yang sedang menempuh perjalanan!

Allah Azza wa Jalla berada di dalam kekuasaan-Nya akan menganugerahkan Pak Husaenahmad sekiranya dapat menunggu sebentar! Saya mendapat petunjuk bahwa Allah akan menganugerahkan "Kesedian-Nya Menjumpai Sampean" dalam waktu yang tidak lama! Bersabarlah!


Salam dariku,


Ahmad


EmoticonEmoticon

Post a Comment

NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner