"Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman" (Q.S. Al-Baqarah : 8).
يخادعون الله والذين آمنوا وما يخدعون إلا أنفسهم وما يشعرون
"Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar" (Q.S. Al-Baqarah : 9).
Kedua ayat di atas adalah ‘kritikan’ Allah Swt atas ucapan seseorang (di antara kaum muslim) yang mengaku beriman kepada-Nya, padahal tidak! Mereka sesungguhnya adalah orang-orang fasik, yang hendak menipu Allah dan kaum mukmin yang sesungguhnya (sebenar-benarnya mukmin)! Mereka sebenarnya menipu dirinya sendiri tanpa disadari oleh akalnya!
Mustahil Allah Azza wa Jalla dapat ditipu oleh makhluk-Nya! Allah Maha Mengetahui apa yang tersembunyi di dalam hati makhluk-Nya. Betapapun cakapnya seseorang dalam berbicara tentang kebenaran, jika di hatinya masih menyimpan keragu-raguan atas kebenaran ayat-ayat Allah, maka dia tidak dapat menyembunyikannya dari Allah! Lebih-lebih dari amal perbuatannya (yang tampak), dia tidak menunjukkan sebagaimana ucapannya!
Keimanan seseorang tidak diukur dari pembicaraannya (baik lisan maupun tulisan), akan tetapi dari hatinya! Hati adalah suatu ‘wadah’ yang di dalamnya tersimpan nilai-nilai kebenaran! Hati orang-orang beriman bergemetar bila disebut asma Allah! Refleksi dari bergemetarnya hati adalah takut dan tunduk kepada Allah! Dia lah yang menanamkan dan menambah keimanan seseorang! Allah Swt telah berfirman di dalam Al-Qur’anul Karim surat Al-Anfaal ayat 2:
إنما المؤمنون الذين إذا ذكر الله وجلت قلوبهم وإذا تليت عليهم آياته زادتهم إيمانا وعلى ربهم يتوكلون
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal" (Q.S. Al-Anfaal : 2).
Ketundukan dan kepatuhan adalah ciri orang-orang beriman! Dalam ayat lain, Allah Swt menyebutkan demikian:
الذين إذا ذكر الله وجلت قلوبهم والصابرين على ما أصابهم والمقيمي الصلاة ومما رزقناهم ينفقون
"(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan shalat dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka" (Q.S. Al-Hajj : 35).
Dari dua ayat di atas, maka yang disebut orang-orang beriman itu adalah orang-orang yang bertawakal, tunduk dan patuh (mukhbitin, lihat ayat 34 surat Al-Hajj), gemetar hatinya, sabar bila diuji, mendirikan (bukan sekedar melaksanakan) solat dan yang mengeluarkan sebahagian rezeki yang telah diberikan oleh Allah Swt (zakat, infak dan sodaqah).
Sudah sangat jelas, bahwa orang yang mengaku beriman kepada Allah ternyata tidak cukup dilihat dari lahirnya, melainkan dari dalam jiwanya (hatinya). Allah Swt adalah Tuhan Yang Maha Mengetahui yang goib dan yang tampak! Maka, karena itu, hanya Dia lah yang berhak memberkan penilaian kepada seseorang apakah dia beriman atau tidak beriman (yang merasa dirinya sudah beriman)!
Dari sini, kita dapat memetik pelajaran! Janganlah sekali-kali menipu Allah dalam hal keimanan. Kita hanyalah manusia yang ilmunya belum seberapa bila dibandingkan dengan keluasan ilmu-Nya. Kesombongan diri akan perkataan (baik lisan maupun tulisan) dapat mencelakakan dirinya sendiri. Allah Swt menegaskan, bahwa orang-orang yang mengaku beriman, padahal tidak, di dalam hatinya ada penyakit. Lalu Allah tambahkan penyakitnya. Naudzu billahi min dzalik.
في قلوبهم مرض فزادهم الله مرضا ولهم عذاب أليم بما كانوا يكذبون
"Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta" (Q.S. Al-Baqarah : 10).
Pilar utama manusia yang beriman kepada Allah bukan ditentukan oleh kepandaian ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu sesungguhnya merupakan ‘pijar’ yang dipancarkan dari cahaya-Nya! Karena itu, orang yang berpengetahuan karena ilmu yang dipelajarinya seharusnya menjadikan terang hatinya, tidak semata-mata akalnya. Kaum Yahudi adalah contoh yang ditegaskan di dalam Al-Qur’an sebagai kaum yang berpengetahuan tetapi tidak dapat menerangi hatinya. Gelap.
Kritikan Allah Swt terhadap orang-orang yang mengaku beriman disebabkan hatinya gelap, tidak terang laksana pelita yang memancarkan cahaya! Pengakuan atas keimanan diri bukan ditetapkan oleh kemampuan menguasai ilmu-ilmu keislaman, melainkan karena keridoan-Nya. Sedangkan keridoan Allah Swt tidak lahir dari dirinya sendiri, melainkan karena Dia (Allah) Yang Maha Mengetahui sangat Menyayanginya.
Jadi, kuncinya terletak pada rahmat-Nya, bukan pada pengetahuan makhluk-Nya! Rahmat atau kasih sayang Allah Swt tidak dapat dibandingkan dengan pengetahuan apapun! Dia lah Allah Yang dapat menghidupkan dan mematikan, mendudukkan ke derajat yang tinggi, menunjuki jalan yang lurus, meluaskan rezeki, memudahkan segala urusan, menyelamatkan dari marabahaya, memberi anugerah yang banyak, menambah keluasan ilmu yang penuh berkah, memampukan berbuat adil dan bijaksana, menjadikan dihormati dan disegani oleh kawan maupun lawan, memberi kemampuan memecahkan segala urusan manusia, mengurai persoalan yang tak sanggup ditangani oleh kecerdasan akal, menanamkan kemudahan dari berbagai persoalan yang dihadapi, menegakkan kebenaran, menciptakan daerah atau wilayah dipenuhi oleh orang-orang bertakwa, meniadakan derita dan nestapa, mengalahkan musuh-musuh yang nyata dari jiwa manusia dan lain-lain.
Jangan Lalaikan Hati Dari Mengingat Allah!
Allah Swt sebagai Tuhan Yang Maha Baik sangat menghendaki kaum mukmin agar senantiasa berdzikir kepada-Nya. Berdzikir dapat dimaknai dengan mencintai-Nya! Maka, barangsiapa yang mencintai-Nya, Dia pun pasti akan mencintai hamba-Nya. Cinta berawal dari selalu rindu (merindukan)! Dan, rindu diawali karena selalu mengingat-ingat (dzikir yang banyak)!
Allah Swt telah berfirman:
يا أيها الذين آمنوا اذكروا الله ذكرا كثيرا
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya” (Q.S. Al-Ahzab : 41).
Ayat ini sesungguhnya merupakan perintah Allah, bukan sebatas anjuran! Mengingat Allah menunjukkan rasa rindu kepada-Nya. Mustahil seseorang disebut rindu apabila dia tidak pernah mengingat-ingat! Dengan merindu, karena banyak atau sering mengingat, maka secara instinktif seseorang menjadi cinta! Adakah Allah juga akan mengingatnya (para perindu kepada Allah)? Allah Azza wa Jalla telah berjanji di dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
فاذكروني أذكركم واشكروا لي ولا تكفرون
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku” (Q.S Al-Baqarah : 152).
Bagaimanakah kaum mukmin mengingat Allah (dzikrullah)? Allah Swt telah mengajarinya dengan cara menyeru asma-Nya! Allah Azza wa Jalla dengan tegas berfirman:
قل ادعوا الله أو ادعوا الرحمن أيا ما تدعوا فله الأسماء الحسنى ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها وابتغ بين ذلك سبيلا
“Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaulhusna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu" (Q.S. Al-Isra : 110).
Adakah Allah mengajari di manakah kaum mukmin seharusnya menyeru asma-Nya? Dia (Allah) dalam Al-Qur’an memerintahkan agar menyeru atau mengingat asma-Nya di dalam diri (hati).
واذكر ربك في نفسك تضرعا وخيفة ودون الجهر من القول بالغدو والآصال ولا تكن من الغافلين
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai” (Q.S. Al-A’raaf : 205).
Berdzikir di dalam hati akan mempengaruhi para pedzikir secara langsung, yakni jiwanya semakin tenang! Ketenangan (ketenteraman) jiwa merupakan dambaan kaum mukmin dalam berperikehidupan di dunia! Bagaimanapun keadaan kita di dunia, sekalipun telah berlimpah harta, ilmu realitas dan kesenangan, sekiranya hatinya tidak tenang karena melalaikan Allah dari berdzikir kepada-Nya, agak sulit dapat meningkatkan gairah (semangat) keberimanan kepada-Nya! Hanya pada hati yang tenanglah keimanan dapat meningkat! Mustahil orang yang hatinya gelisah, karena lupa akan Allah di hatinya, dapat bertambah gairah keberimanannya! Allah Swt telah menegaskan tentang kondisi jiwa (diri atau hati atau ruh) kaum mukmin yang senantiasa berdzikir kepada-Nya.
الذين آمنوا وتطمئن قلوبهم بذكر الله ألا بذكر الله تطمئن القلوب
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram” (Q.S. Ar-Ra’d : 28).
Benar bahwa Allah lah yang menurunkan ketenangan di dalam hati! Allah Swt berfirman:
هو الذي أنزل السكينة في قلوب المؤمنين ليزدادوا إيمانا مع إيمانهم ولله جنود السماوات والأرض وكان الله عليما حكيما
“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Q.S. Al-Fath : 4).
7 komentar
Alhamdulillah nasehat yang baik dan mendalam kami kenal methoda nasehatnya yakni dg bahasa hati yg halus di maknai dari petunjuk Allah mudah2an Bpk Ahmad di beri kesehatan oleh Allah dan diberikan anugrah dari_Nya.
Masalah hati memang sulit utk di yakini bagi umat islam karna keterbatasan wawasan ttg syariah islam apalagi masuk ke wilayah hati. Jadi bagaimana mungkin seseorang itu tertarik utk menggali ttg ruh kalau umat islam tdk mengetahuinya. Sedangkan syariatnya sendiri lemah, seperti yg di kabarkan dlm hadit arbain nawawi bahwa letak taqwa itu adanya di hati tp dlm riwayat lain taqwa itu di hati dan juga di amalkan lwt perbuatan.
Pertanyaanya, bagaimana caranya jika sy orang awam mengenai syariat dan juga di wilayah tarekat tdk mengerti pula apakah dlm hal ini iradah tasyriyah Allah akan berlaku. Tks
Wassalam.
Assalamualaikum wrwb Pak Ahmad,
Karena hanya Allah SWT yg berhak menentukan seseorang itu beriman atau tidak, bagaimanakah cara mengukur diri agar mengetahui apakah termasuk ke dalamnya atau tidak, kmudian dpt mengoreksi diri shg Allah berkehendak menggolongkannya ke dalam org2 beriman?
Dan apakah ciri-ciri utamanya bhw seseorang itu termasuk golongan org yg beriman?
Sedangkan org2 yg sering mengalami pasang-surut keimanan (spt saya), tidak beristiqomah, yg masih sering lalai dan lupa kepada Allah, yg sebagian amalannya mungkin tidak mengatasnamakan Allah, namun "merasa" meyakini penuh akan ke-maha-an Allah SWT dan risalah Rasulullah SAW, apakah termasuk ke dalam golongan org2 yg telah menipu Allah (walau mungkin tidak menyadari penuh) atau termasuk ke dalam golongan org yg fasiq..?
Astaghfirullah.. Semoga Allah melindungi diri ini dari keadaan tsb.
Ungkapan "merasa" meyakini tsb di atas juga bukanlah bermakna ungkapan kesombongan diri, namun hanyalah ungkapan "apa yg dirasakan saat ini" di hati thd Allah dan Rasul-Nya. Allah maha mengetahui isi hati dan sungguh tidak akan masuk syurga orang yg masih memiliki rasa sombong di hati. Naudzubillah..
Mohon tausyiah-nya atas hal tsb. Terima kasih.
Wassalam,
Eddy - Samarinda.
Terima kasih Pak Husaenahmad, semoga anda juga demikian, Allah Azza wa Jalla melimpahkan kesehatan dan karunia-Nya! Amin.
Sesungguhnya si Faqir ini juga masih sangat awam terhadap ilmu syari'ah! Saya bukanlah seorang yang dengan tekun mendalami ilmu-ilmu keislaman! Belajar syari'ah sambil berjalan, tidak mengkhususkan diri dalam lingkungan pendidikan formal, baik di Pesantren maupun Perguruan Tinggi Islam!
Hanya saja, sebagai muslim, saya berupaya untuk mempelajari dari para ahli, baik ustadz maupun seorang doktor, yang berbicara maupun menulis pengetahuan syari'ah.
Keawaman sama sekali tidak dapat dipandang tidak memiliki peluang dari Allah Swt dibukakan hatinya! Sebagai Tuhan Yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana, Allah Azza wa Jalla dapat berbuat apa pun sebagaimana yang dikehendaki-Nya.
Saya berkeyakinan (tumbuh rasa percaya dalam diri) bahwa Allah Swt pasti Maha Mengetahui hati setiap mukmin yang sungguh-sungguh sangat berharap akan pertolongan-Nya! Harapan dan prasangka baik kepada Allah Azza wa Jalla merupakan kunci bagi kaum mukmin yang akan diperhatikan oleh Allah Swt!
Adalah Dia (Allah) ilmu-Nya meliputi segala sesuatu! Maka, bagi-Nya sangat mudah Mengetahui apa yang terdapat di dalam lubuk hati makhluk-Nya! Dengan cara begitu, maka bagi mukmin yang senang berdzikir (rindu) kepada-Nya, insya Allah, akan mendapatkan pancaran cahaya-Nya, baik disadari atau tidak disadari!
Bagi yang menyadarinya, pancaran cahaya Allah dapat diketahui oleh seorang Mursyid (Guru) yang membimbingnya (sebutan dalam tasawuf). Seorang Guru (Mursyid) dalam thariqah sangat berperan dalam proses pembimbingan para salik yang mendapati cahaya-Nya!
Saya tidak bermaksud melemahkan bagi yang tidak berthariqah (menjalani kehidupan sebagai seorang sufi)! Allah Azza wa Jalla mengajari kepada kaum mukmin dengan banyak cara! Bagaimana cara Allah mengajari sudah sangat jelas ditegaskan di dalam ayat-Nya, yaitu mencurahkan anugerah Al-Hikmah! Bagi yang menyadari (mempelajari) lewat berthariqah, anugerah Al-Hikmah itu sangat jelas. Bagi yang tidak, tentu saja, dia tidak akan memahaminya.
Proses disadari dengan berbuat berbeda dengan tidak disadari karena tidak berbuat! Orang menjadi tidak mengerti karena menjauh dari yang seharusnya didekati.
Kehendak Allah sangat berlaku bagi siapa pun, apakah disadari atau tidak disadari, dalam menganugerahkan Al-Hikmah (kebijaksanaan Allah)! Ini adalah urusan Allah, bukan urusan manusia.
Urusan manusia (mukmin) terletak pada keyakinan akan kemurahan Allah Azza wa Jalla mencurahkan anugerah-Nya. Maka, dengan kata lain, tingkat keawaman kita sesungguhnya bukan mengaku aku sebagai awam, selain bahwa kita sesungguhnya tidak menjangkau keluasan ilmu-Nya! Di sinilah pentingnya kaum mukmin untuk rendah hati; merendahkan diri di hadapan kemahabesaran Allah dengan hati senantiasa memuji-Nya (bertasbih) di setiap waktu pada pagi, petang dan malam hari (dari pagi sampai pagi lagi, pen.).
Salam dariku,
Ahmad
Wa 'alaikum salamu wr. wb.
Sesuai permintaan, sekarang saya akan menyapa anda sesuai yang tepat dengan hati saya, yaitu Mas Eddy!
Saya sesungguhnya hanya mencoba menunjukkan ayat-ayat Allah Azza wa Jalla di dalam Al-Qur'an yang mulia, bahwa ternyata masih banyak yang tidak mengindahkannya dengan sepenuh hati, selain baru tahap mengeja secara lahir!
Mengapa menjadi penting 'materi' ini sebagai konsumsi kaum mukmin (orang-orang yang di hatinya merasa 'rindu' kepada Allah)? Mengingat banyak di antara kaum muslim yang hanya sebatas 'belajar' membaca lahir, belum menjangkau yang tak dikuasai oleh akalnya, sudah merasa cukup memahami-Nya (Dia Yang Maha Goib)!
Perkara hati adalah perkara goib, bukan perkara lahir. Secara lahir, siapa pun dapat berbicara tentang goib. Akan tetapi, hati (ruh) yang goib itu belum dikenali, maka pembicaraannya hanya sebatas pelajaran umum, belum khusus. Siapakah yang merasa sudah menguasai tentang hati (ruh) itu? Jawabannya tidak ada kecuali Dia (Allah) Yang Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui!
Sekiranya hati kita sungguh-sungguh 'rindu' karena senantiasa menyeru asma-Nya sambil duduk, berdiri dan berbaring, maka insya Allah, kita akan terjaga dari perkataan-perkataan 'bisa' menurut nafsunya! Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui hati hamba-Nya yang sedang merindukan-Nya.
Adakah bahwa kita dimasukkan ke dalam orang-orang beriman sementara hatinya tidak senang menyebut-nyebut asma-Nya? Cukupkah hanya berbuat syar'i lantas dianggap sudah dirindukan oleh Allah Yang Maha Mulia? Semua orang yang telah berikrar bahwa Allah adalah Tuhan Yang Mahaesa, yang tidak dapat dijangkau oleh penglihatan (lahir), seharusnya mendudukkan hati (yang goib) itu berkhidmat untuk merasakan kehadiran Dia Yang Maha Goib.
Dengan demikian, keimanan sebagaimana yang sudah dijelaskan pada artikel ini sama sekali bukan karena penguasaan lahir semata-mata dalam mendekati-Nya, juga, terutama, pemahaman secara mendalam tentang hakikat dari yang lahir (tampak) diperbuat.
Hanya hati yang sudah dibukakan oleh Allah lah yang dapat mengetahui perkara yang sulit dijangkau oleh akal (yang di lahir) mengenal apakah seseorang termasuk yang disayangi atau tidak oleh Allah? Allah sebagai Tuhan Yang Maha Menyayangi orang-orang beriman akan membimbingnya apabila mereka sangat takut di hatinya sambil terus menerus 'rindu' kepada-Nya, bahwa seolah-olah Allah Azza wa Jalla belum mencintainya (tanpa ada kekesalan dan buruk sangka kepada-Nya).
Perkara goib itu hanya milik Allah, kaum mukmin hanya menunggu. Dalam proses menunggu itu, kaum mukmin terus berbuat kebajikan (beramal soleh) dan jangan putus asa! Allah Azza wa Jalla berfirman:
ويقولون لولا أنزل عليه آية من ربه فقل إنما الغيب لله فانتظروا إني معكم من المنتظرين
"Dan mereka berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu keterangan (mukjizat) dari Tuhannya?" Maka katakanlah: " Sesungguhnya yang gaib itu kepunyaan Allah; sebab itu tunggu (sajalah) olehmu, sesungguhnya aku bersama kamu termasuk orang-orang yang menunggu" (Q.S. Yunus : 20).
Dari ayat di atas, maka terkait dengan perkara hati orang yang terus menerus rindu kepada-Nya, tugasnya hanya menunggu! Artinya, keimanan kita akan bertambah atau tidak setelah adanya anugerah yang dicurahkan Allah ke dalam hati. Keimanan menjadi turun karena kebanyakan tidak sabar menunggu datangnya anugerah! Lupakan anugerah, tunggulah dengan terus menerus berdzikir kepada-Nya dengan segenap jiwa merasakan kemahabesaran-Nya.
Begitulah cermin orang-orang beriman, mas Eddy!
Salam dari jauh,
Ahmad
ASS.WR.WB PA KATA ORANG BAPA BISA BERKOMUNIKASI DENGAN RUH NAH PA ADA DI DALAM SURAT APA DAN AYAT BERAPA MAKASIH WSS. WR.WB
Wa 'alaikum salam wr. wb.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu.
Maha Besar Allah, segala puji hanya milik-Nya!
Saya sungguh terkejut, sekiranya saya telah dianggap dapat berkomunikasi dengan ruh! Pada tulisan saya tentang "Arwah Manusia di Alam Barzakh," saya mengutip ayat 85 surat Al-Isra'. Allah Azza wa Jalla telah berfirman:
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit" (Q.S. Al-Israa’ : 85).
Allah Swt menegaskan dengan sangat jelas pada ayat tersebut bahwa ruh itu adalah urusan Dia sebagai Tuhan Yang Maha Berkuasa. Maka, tak seorang pun yang akan dapat mengurusi perkara ruh! Namun demikian, ayat tersebut menyebutkan: "...dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit."
Dari ayat tersebut, juga sangat jelas teksnya bahwa Allah Azza wa Jalla sebagai Tuhan Yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana 'membuka tabir" sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada siapa (di antara umat Rasulullah Saaw) yang Dia kehendaki! Inilah makna dari ayat tersebut, yang dalam istilah ayat tersebut sebagai "Pemberian Pengetahuan".
Pemberian atau Anugerah pengetahuan tentang ruh adalah urusan Allah, bukan urusan manusia! Maka, saya dalam hal ini secara eksplisit tak mungkin menyebut saya dapat mengetahui, melainkan dengan seizin Allah "siapa pun dapat mengetahui tentang perkara ruh."
Jadi, sekiranya pernyataan saya disimpulkan telah dapat mengetahui perkara ruh, maka sesungguhnya tak lebih karena Dia Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang telah berkehendak membukakan hati atas diri saya dan siapa pun juga, termasuk anda sekiranya telah dikehendaki Allah!
Ini soal keyakinan atas kebenaran ayat-ayat Allah (di antaranya ayat tersebut di atas!). Anda dapat membaca ayat-ayat Allah yang lainnya apabila ingin dapat berkeyakinan atas janji atau perkataan-Nya kepada orang-orang yang tidak memiliki rasa keraguan atas ayat-ayat Allah!
Ayat Allah nyata ada-Nya! Saya telah berkeyakinan bahwa satu ayat saja dihayati, maka dapat mengguncangkan jiwa (bukan sakit jiwa)! Pada saat jiwa atau hati atau diri atau ruh kita terguncang, maka suasana jiwa akan merasakan suatu peristiwa yang tidak dapat dijangkau oleh akal pikiran! Saat itulah jiwa atau ruh atau hati atau diri kita dapat memasuki wilayah kekuasaan Allah Azza wa Jalla!
Maka, dengan seizin-Nya, siapa pun akan dapat menemukan 'sesuatu' yang sulit untuk dapat dipercaya oleh akalnya! Inilah yang disebut sebagai jiwa yang sedang mengalami kekhusyu'an saat menghadap Allah!
Dzikir adalah jawabannya dari seluruh rangkaian yang dialami oleh hati atau ruh atau diri atau jiwa kita! Allah Azza wa Jalla telah menunjukkan kepada siapa pun yang senantiasa rindu kepada-Nya! Kecintaan diri kepada Allah Yang Maha Goib dapat diantarkan oleh Dia memasuki "Gerbang Kekuasaan-Nya." Maka, bagi siapa pun akan mengetahui rahasia goib, yang sebelumnya tak pernah dialami oleh akalnya sendiri, sekiranya dia bersungguh-sungguh berdzikir (mengingat-ingat) sebanyak-banyaknya di dalam jiwa (hati) asma-Nya dalam keadaan berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring seraya berkata: "Duhai Allah, sesungguhnya Engkau telah menciptakan semua ini tanpa sia-sia! Maha Suci Engkau, maka peliharah kami dari siksa api neraka." (lihat Q.S. Ali Imron : 190-191).
Allah menyebut orang-orang berakal (Ulil Albab) adalah seperti itu! Dan, Dia (Allah) akan menganugerahkan Al-Hikmah (kebijaksanaan) kepadanya! Al-Hikmah merupakan wujud nyata pengajaran Allah kepada hamba-hamba-Nya. Anda dapat melihat ayat 269 surat Al-Baqarah!
Saya ingin agar anda membaca tulisan-tulisan saya di blog ini, diantaranya adalah Arwah Manusia di Alam Barzakh dan Pokok-Pokok Ilmu Laduni! Mudah-mudahan anda akan dapat menangkap arah pembicaraan yang anda tanyakan!
Salam dari jauh,
Ahmad
Semoga terlindungi dari para penipu Allah...
EmoticonEmoticon