Al-Quran turun pasti ke dalam hati. Allah telah menurunkan Al-Quran ke dalam hati Nabi saw. Adakah, sebagaimana disebut di dalam Al-Quran, orang-orang beriman akan mendapati Al-Quran turun juga ke dalam hatinya?
Allah telah menegaskan bahwa pada bulan Ramadhan Al-Quran turun sebagai Hudan (petunjuk), Bayyinat (keterangan-keterangan tentang petunjuk) dan Al-Furqan (pembeda antara hak dan batil).
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (QS. Al-Baqarah: 185).
Alhamdulillah, kaum mukmin diberikan hidayah di saat menunaikan ibadah puasa bulan Ramadhan. Kita, insya Allah, termasuk salah satu yang mendapat kegembiraan dari Allah di bulan suci ini sebagai kaum mukmin yang memenuhi undangan-Nya. Allah Azza wa Jalla bahkan menjanjikan takwa kepada yang menunaikan puasa Ramadhan.
Gugur orang berpuasa sudah disampaikan oleh Nabiuna Muhammad saw. Adakah yang dapat menangkap pengertian gugur dalam berpuasa? Akal cerdas dapat memahaminya (gugur) sebagai gagal dalam melaksanakan puasa disebabkan tidak mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah dibakukan.
Di luar pengertian tersebut adalah apa pun yang telah melebar dari batasan berpuasa, baik lahir maupun bathin, disebut sama yakni gugur berpuasa. Letih, lesu, lelah, haus tidak dapat memosisikan sebagai wajibnya berpuasa dapat meraih pahala takwa sekiranya berada di luar ketentuan berpuasa.
Berpuasa tidak didekati dengan cara-cara seperti itu. Lahirnya tak terbantahkan sekiranya orang berpuasa mengalami kelelahan, keletihan, kelesuan dan kehausan. Tidak ada makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh memang pantas terjadi kondisi tubuh seperti itu. Hanya saja, hakikat berpuasa lebih merupakan ujian bagi kaum mukmin agar tetap bersabar, mampu mengendalikan nafsu syaitoniah, tidak mudah terhasut bisikan iblis laknatullah ‘alaih berbuat sebebas-bebasnya (tak mampu mengekang kebebasan).
Lihat apa yang telah ditetapkan di dalam Al-Quran mengenai keberadaan Ramadhan sebagai bulan penuh berkah, ampunan dan rahmat. Bahwa berpuasa di bulan Ramadhan adalah puasa yang telah dipersiapkan untuk orang-orang beriman meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Peristiwa Al-Quran turun juga terjadi pada malam Ramadhan. Allah Azza wa Jalla menurunkannya untuk menerangi kegelapan hati. Menelusuri arti Al-Quran dalam kehidupan umat manusia membutuhkan petunjuk Allah Yang Maha Mengetahui. Untuk itulah, pada malam Al-Qadar diturunkan (pertama kali) Al-Quran, dan (secara berulang diturunkan setiap tahun) oleh Allah azza wa jalla sebagai Hudan (Petunjuk) bagi manusia.
Pengetahuan kita mengenai Al-Quran turun pada malam Al-Qadar (kemuliaan) sudah ditegaskan oleh Allah dalam surat Al-Qadr berikut:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan” (QS. Al-Qadr: 1).
Sebagai petunjuk untuk menerangi kegelapan, Al-Quran sangat dibutuhkan umat manusia. Pada saat diturunkan untuk pertama kali ke Rasulullah saw yang mulia melalui Jibril a.s., Al-Quran turun ke dalam hati beliau. Sebelum diturunkan, hati Nabi saw pun belum mengetahui apa dan bagaimana beliau seharusnya,
“Katakanlah: Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman” (QS. Al-Baqarah: 97).
Al-Quran Secara Zahir dan Bathin
Secara zahir (lahir), Al-Quran jelas telah dapat dibaca oleh kaum beriman. Akan tetapi, secara bathin (ruhaniah), Al-Quran belum turun kepada semua hati orang-orang beriman.
Al-Quran, secara zahir, adalah sebuah kitab Allah swt yang dijadikan sebagai pegangan hidup kaum beriman dengan petunjuk-petunjuk-Nya dapat dibaca langsung oleh penglihatan mata (lahir). Pengetahuan yang didapatkan dari Al-Quran juga sangat mudah untuk dipelajari sekiranya kita bersungguh-sungguh mempelajarinya.
Akan tetapi, Al-Quran (secara bathin) sangat tidak mudah bagi kaum mukmin mendapatkannya. Tidak setiap orang yang beriman mempelajarinya secara langsung mengetahui kandungan isi Al-Quran. Sekalipun Al-Quran (secara zahir) merupakan kitab petunjuk yang dapat dibaca, namun untuk mendapatkan kemudahan memahaminya membutuhkan petunjuk lagi. Jadi, untuk memahami petunjuk membutuhkan petunjuk lagi. Petunjuk di atas petunjuk.
Allah azza wa jalla telah menurunkan Al-Quran dengan proses pengajaran melalui wahyu yang disampaikan Jibril a.s. kepada Nabiuna Muhammad saw di dalam hati beliau. Proses ini sudah berlalu hingga telah menghasilkan sebuah Kitab (Al-Quran) yang dapat dibaca oleh penglihatan (lahir).
Namun demikian, Allah azza wa jalla Maha Bijaksana dengan kehendak-Nya akan mengilhamkan ke dalam hati pengetahuan yang mendalam (Al-Hikmah) kepada siapa yang Dia kehendaki agar mengetahui bagaimana petunjuk (hudan) dalam Al-Quran (secara zahir). Inilah pengajaran Allah kepada kaum beriman yang senantiasa berkhidmat kepada-Nya di dalam setiap keadaan tak pernah berhenti merindukan akan kemahabesaran-Nya.
“Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)” (Q.S. Al-Baqarah : 269).
Proses pengajaran pengetahuan Al-Quran ke dalam hati disebut sebagai karunia Allah yang diturunkan (ilham). Indikasi yang menyebutkan adanya karunia yang diturunkan (ilham) adalah berbuat tidak atas dasar keinginan sendiri, melainkan berdasarkan kehendak-Nya. Jika akan berbuat sesuatu (ambil barang orang, misalnya), tiba-tiba tangan tidak dapat digerakkan oleh kendali akal, selain di dalam hatinya ada suara menjelaskan begini dan begitu!
Cahaya Al-Quran Pada Malam Al-Qadar
Keyakinan akan datangnya malam Al-Qadar yang di dalamnya Al-Quran turun relatif tidak sama di antara para ulama mazhab. Kebanyakan kaum mukmin yang berharap turunnya keberkahan pada malam Al-Qadar, mereka sangat mengharapkan Allah menurunkannya ke dalam jiwanya kemuliaan, keberkahan dan kualitas keimanannya.
Bagi Allah, petunjuk yang menerangi kegelapan yang dipancarkan ke dalam jiwa kaum mukmin, bukanlah perkara yang sulit. Apa pun yang telah ditetapkan di dalam kehendak-Nya, maka tak akan ada yang dapat menghalangi-Nya.
Allah azza wa jalla telah menetapkan bahwa Al-Qadar adalah kemuliaan bagi Diri-Nya untuk menurunkan Al-Quran yang penuh keberkahan dan cahaya-Nya. Maka, bagi kaum mukmin yang sangat mengharapkan dengan penuh keikhlasan dan keyakinan yang sangat kuat, tidak ada kata musykil akan dikaruniakan Al-Hikmah (kebijaksanaan Allah).
Malam Al-Qadar adalah dambaan bagi kaum mukmin yang berharap mendapatkan perubahan jiwa dengan petunjuk dari Allah Yang Maha Mulia. Mengharapkan akan datangnya keberkahan pada jiwa atau hati atau ruh atau diri orang-orang yang meyakininya tidaklah sama dengan orang-orang yang tidak terbesit adanya harapan dengan banyak alasan kurangnya keyakinan.
Siapa pun pasti membenarkan ada-Nya Dia (Allah) sebagai Tuhan Yang Maha Bijaksana. Dengan membenarkan keberadaan-Nya sebagai Tuhan Yang Memiliki kemahabijaksanaan, sepatutnya kaum mukmin tidak apriori mementahkan akan adanya keberkahan yang diturunkan pada malam-malam Ramadhan, yang di dalamnya Al-Quran turun pada malam kemuliaan (lailatul qadr)!
Al-Quran Turun ke dalam Hati Umat Rasulullah SAW
Jika Rasulullah saw yang agung mendapati wahyu ke dalam hati beliau, maka hati-hati umatnya yang senantiasa tunduk dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan mustahil juga akan dinugerahi pengajaran Al-Quran dan As-Sunah yang mendalam (Al-Hikmah).
Apa yang telah diwahyukan oleh Allah melalui perantaraan Jibril a.s. kepada Rasulullah saw tidak berarti akan diwahyukan lagi kepada umatnya. Bukan, bukan itu yang dimaksud diajarkan Al-Quran dan As-Sunah ke dalam hati kaum mukmin. Akan tetapi, petunjuk Allah Yang Maha Mulia akan dipancarkan ke dalam jiwa seseorang yang beriman untuk memahami dengan pasti setiap kandungan yang dimuat di dalam ayat-ayat-Nya atau perkataan Nabi-Nya saw. Dengan begitu, dia (di antara kaum mukmin) tidak menemukan kegelapan ketika memaknai ayat-ayat-Nya atau hadits Nabi-Nya.
Allahu Akbar wa lillahil hamdu. Allah Maha Besar, segala puji patut hanya untuk Diri-Nya. Kemahaluasan Ilmu Allah tak perlu diperdebatkan. Musykil Allah azza wa jalla diragukan. Hanya orang-orang yang tidak berimanlah yang menyangsikan-Nya.
Kepastian datangnya Al-Qadar tidak patut dipertanyakan. Al-Quran yang mulia sudah memperlihatkan kepastiannya. Malam itu adalah malam yang penuh kemuliaan, keberkahan, keutamaan melebihi malam-malam yang lain; sekiranya seribu bulan bercahaya, maka cahayanya tak akan dapat menyamai-Nya saat Al-Quran turun (kembali) di malam kemuliaan (Al-Qadar) tersebut. Kapankah itu dapat diketahui oleh kaum mukmin? Allah lah Yang Maha Mengetahui. Tak seorang pun dapat mengetahuinya kecuali karena Dia (Allah) berkenan mengabarkannya.
Al-Qadar tidaklah menghindar untuk hadir di alam dunia sekalipun banyak kaum mukmin yang tidak meyakininya. Al-Quran pun tetap “turun” ke dalam jiwa kaum mukmin yang meyakini, mengharapkan, mendambakan, merindukan dan tak pernah berhenti memohon dengan sepenuh jiwa kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana.
Cahaya Al-Quran sangat terang benderang. Allah swt menjelaskan keberadaan Al-Quran di dalam ayat-Nya sebagai berikut:
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur'an)” (QS. An-Nisaa: 174).
Oleh karena itu, pada malam Al-Qadar apabila orang mendapati hatinya merasa “terang benderang” (sangat bertambah kuat tingkat keyakinan akan kemahabesaran Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana), dia sesungguhnya mendapati “Malam Kemuliaan.”
Indahnya “Malam Kemuliaan” melemahkan setiap kesombongan otak yang merasa cerdas, jenius, brilian, cemerlang, encer, pintar, fullbright, mumpuni dan lain-lain sebutan untuk kehebatan otak. Suasana hati demikian tenteram serasa sedang berada bersama berbagai keindahan surgawi, kesejukan jiwa yang menghanyutkan kegelisahan. Tak ada suasana yang menjadikan hati sumpek, ambigu, bingung, bimbang, ragu, tidak jelas, tak tahu arah, selalu merasa berdosa dan lain-lain suasana hati yang berpenyakit.
Dengan keyakinan, sekali lagi, hanya dengan keyakinan, kita dapat merasakan kehadiran “Malam Kemuliaan” itu. Bukan dengan khayal atau keragu-raguan, dan pasti tak akan dapat merasakan kehadirannya. Mustahil bagi Allah memberlakukan kepada nya (orang yang tidak meyakininya).
Malam Kemuliaan
Menikmati suasana jiwa yang tenteram hanya dapat dirasakan
bukan dipikirkan
apalagi diragukan
Tentu saja tidak mungkin begitu
Biarkan sekiranya masih belum yakin
Malam Kemuliaan bukan urusan manusia yang tak peduli
juga bukan dimusuhi
apalagi disakiti
Allah Maha Bijaksana sepatutnya diyakini
bukan dicaci maki
apalagi dihindari
Tetapi Dia lah Yang Maha Mulia lagi Maha Pemberi rezeki
Ada atau tiada keyakinan
Malam Kemuliaan tetap bertaburkan cahaya
turuni tangga langit menuju bumi
mencari hati yang berlabuh cinta ilahi
Malaikat dan ruh-ruh suci bersaf-saf melebarkan cahaya-Nya
menjemput
menemani
mengajari manusia terpilih yang hatinya meyakini
Mulia orang yang Allah memilihnya
karena keyakinannya
keistiqamahannya
dan keikhlasan mencintai-Nya
EmoticonEmoticon