Translate This Blog

16.1.19

Pahala Amal Soleh

Pahala Amal Soleh

Al-Qur’an yang mulia telah menegaskan pahala amal soleh yang dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan di dunia. Kesungguhan seseorang dalam berbuat bajik tidak akan berdampak negatif bagi dirinya dan orang lain. Maka, sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, beramal soleh menuai kemuliaan.

Alasan yang paling mendasar untuk perolehan pahala amal soleh dengan kemuliaan adalah pertama, ajakan untuk berbuat bajik termasuk sunatullah bagi segenap umat manusia. Amal soleh berbuah akhlak mulia untuk setiap orang yang menjalankannya.

Kemuliaan sangat terkait dengan upaya-upaya yang dilakukan seseorang dalam beraktivitas di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apabila perbuatan-perbuatan seseorang tidak mencerminkan adanya nilai-nilai kebajikan saat berada di tengah-tengah kehidupan umat manusia, maka kebobrokan akan mengganti kebajikan.

Dengan demikian, beramal soleh dapat mempengaruhi suasana kepribadian seseorang dalam kedudukannya sebagai seseorang yang sudah ditetapkan oleh Allah menjadi calon kholifah di muka bumi. Adakah seseorang yang sudah dipersiapkan sebagai calon kholifah dapat menjadi mulia bila setiap perbuatannya dihiasi dengan kebejatan moral?

Kedua, amal soleh adalah amal yang mendasarkan kepada apa yang diperintah dan dilarang oleh Allah. Perbuatan yang mengacu kepada perintah Allah akan berbuah pahala kebajikan jika tidak tercampur dengan apa yang dilarang-Nya. Apabila solat, misalnya, tidak menjadikan pelaku solat dapat menghindar dari perbuatan keji dan mungkar, maka solatnya belum disebut soleh atau berbuah kebajikan bagi dirinya.

Karena itu, perbuatan yang dapat mendatangkan kebajikan adalah perbuatan yang dapat menjadikan mulia bagi orang yang menjalankannya. Kemuliaannya disebabkan karena dia tidak berbuat mendua dalam bersikap, bertutur kata dan bertindak. Antara apa yang dipikirkan, dikatakan dan diperbuat sama, tidak saling bertolak belakang.

Ketidakkonsistenan, di sisi lain, bukanlah termasuk perbuatan yang dapat mendatangkan kemuliaan. Asal diperbuat tanpa berupaya sejalan dengan nilai-nilai kebenaran yang dikandung dari perbuatan tersebut, tidaklah disebut bajik. Dengan kata lain, amal soleh adalah amal yang apabila dilakukan benar-benar ajeg di setiap waktu menjalankannya sejalan dengan hakikat yang dikandung dari amal bersangkutan.

Saya akan menggambarkan keajegan suatu perbuatan bajik menurut hakikatnya. Jual beli barang dan jasa, misalnya, harus disandarkan pada hukum (syari’ah) jual beli. Dalam syari’ah disebutkan pentingnya konsistensi seorang penjual terhadap barang atau jasa yang ditawarkan kepada calon pembeli. Konsistensinya adalah penjual tidak boleh menyembunyikan barang jelek dari barang bermutu. Jika barang itu adalah tidak baik atau rusak, maka penjual dilarang menggabungkannya dengan barang yang berkualitas (baik mutunya).

Jelas di situ (jual beli) bukan sebuah transaksi yang didasarkan pada nilai-nilai kebohongan. Inilah hakikat dari jual beli. Karena itu, penjual yang berbohong tidak dapat beroleh pahala kebajikan dari apa yang telah diperbuatnya.

Keajegan dalam berbuat kebajikan harus disandarkan kepada syari’ah (hukum yang melandasi praktek peribadatan) disertai dengan ada terpenuhinya hakikat dari suatu perbuatan tersebut. Jika secara syari’ah suatu perbuatan telah dijalankan tetapi apa yang diperbuatnya tidak tercermin hakikatnya (berbuah kebajikan), maka perbuatannya tidak dikategorikan dalam amal soleh.

Gerakan spiritualitas dalam jiwa kaum mukmin seharusnya mencerminkan keduanya (syari’ah dan hakikat). Jika hanya syari’ah yang menonjol, maka ruh dari syari’ah tersebut akan sulit dicapai. Saya menyebut hakikat itu ibarat ruh dari jasad seseorang. Apabila ada jasadnya (sekali pun bagus), tapi ruhnya tidak diperhatikan, maka dia (seseorang) terlampau bangga akan jasadnya.

Ruhnya tidak mati meninggalkan jasadnya; dan memang ruh itu hidup. Hanya saja, ruh yang diperlakukan tidak sebagaimana fitrahnya, dia (ruh tersebut) tidak memiliki kesempatan untuk berkedudukan mulia di sisi Tuhannya.

Amal soleh itu dapat diperbuat sekiranya keduanya (syari’ah dan hakikat) bertumpu dalam satu kesatuan menjalankan apa yang diperintah dan yang dilarang Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Mengetahui.

Adakah yang dapat menggunakan sandal jepit hanya sebelah ketika berwudhu untuk bersuci? Secara dhohir, sandal jepit dapat saja digunakan untuk alas kaki sekalipun hanya sebelah. Tetapi, betapa tidak seimbangnya kaki ketika harus melangkah sesudah berwudhu agar kakinya tetap bersih. Pasti ada adegan engklek (berjalan dengan kaki sebelah diangkat) yang dilakukan oleh orang tersebut. Sungguh sangat berat!

Seandainya tempat bewudhu itu jauh dari tempat untuk bersujud, ditambah tiadanya kekuatan kaki untuk terjaga dari jatuh, bagaimanakah kemungkinan kaki sebelah tersebut tetap bersih?

Saya hanya memberi perumpamaan saja untuk menggambarkan adanya kesulitan seseorang yang tekun beribadah tanpa adanya keseimbangan jasmani dan ruhaninya. Apa pun perumpamaannya, keseimbangan tetap harus terjaga sekiranya berharap memperoleh kesempurnaan dalam beribadah.

Adakah yang dapat mengerjakan solat secara khusyu’ sekiranya hatinya dipenuhi dengan kebencian, dendam, permusuhan, justifikasi dan berbagai ghil (penyakit hati) lainnya? Amal soleh sangat sulit dicapai sekiranya di dalam hatinya tersimpan penyakit! Karena itu, seorang ahli ibadah tidak cukup mengetahui secara syar’i dalam pelaksanaannya bila tidak dibarengi dengan hakikat peribadatan tersebut.

Pahala amal soleh patut diberikan kepada orang-orang yang tidak hanya memperhatikan syari’ah saja, melainkan hakikatnya juga. Kemuliaan seseorang tercermin dari setting amal ibadahnya yang dengan sungguh-sungguh melaksanakan ibadah secara seimbang, jasmani dan ruhaninya.

Orang yang bersungguh-sungguh mendudukkan hati dan akalnya dalam kekuasaan Allah, maka baginya akan dianugerahi kebijaksanaan Allah dapat memahami apa yang menjadi kehendak-Nya. Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana mengilhamkan ke dalam jiwanya ketakwaan.

Mengapa Allah Yang Maha Mulia mengilhamkan ketakwaan ke dalam jiwa orang-orang seperti itu? Ketakwaan terkait dengan kesucian jiwa. Itu adalah jawabannya.

Kesucian jiwa, bukan kebersihan jasmani, adalah suatu kondisi jiwa seseorang yang terjaga dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah. Akal manusia dapat memikirkan apa yang ditangkap oleh panca inderanya, tetapi akal akan menemukan kesulitan ketika hatinya dibiarkan dari kedudukannya secara fitrah menerima kebenaran.

Hati yang dibiarkan lalai dari mengenal nilai-nilai kebenaran akan menemukan kesulitan sekiranya tidak diajak secara langsung oleh akalnya. Allah Yang Maha Pencipta menjadikan keduanya berpadu dalam keberadaan manusia di dunia. Akal yang bijaksana tidak akan mengedepankan setiap produk pemikirannya dari hatinya.

Allah Yang Maha Bijaksana mendudukkan hati, saya sering mengelompokkannya dengan jiwa atau diri atau ruh, dalam lingkup yang tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata (lahir). Kebijaksanaan Allah berbuat demikian karena hati sesungguhnya adalah aku yang sesungguhnya, bukan ‘saya’ yang hadir di wilayah tampak yang dapat dilihat.

Aku yang sesungguhnya tercipta di wilayah yang tak tampak untuk dikembalikan kepada Allah bersamaan dengan tugasnya dalam beribadah kepada-Nya. Ujung dari keberadaannya di dunia telah diserahkan kepada jasmani dengan kematiannya. Sedangkan ruh akan ditempatkan di “tempat”-nya sejalan dengan ketetapan-Nya, yaitu alam baqa.

Allah Yang Maha Pencipta mengingatkan umat manusia agar tidak melupakan jiwanya untuk hanya beribadah kepada-Nya bukan berarti mengabaikan akalnya. Justru firman Allah dilahirkan ke alam dunia agar dapat dipahami oleh akalnya, bahwa Allah bakal mengembalikan jiwanya kepada-Nya.

Orang-orang yang menggunakan akalnya pastilah memahami bahwa kehendak Allah memang begitu. Jiwalah yang akan dikembalikan dan dimintai pertanggungjawaban sesudah Allah menjelaskan melalui ayat-ayat-Nya yang telah disampaikan oleh Rasul-Nya saw. Beliau adalah utusan-Nya, yang terlahir dengan kedudukan yang mulia, telah mengemban amanat-Nya untuk disampaikan kepada umat manusia.

Allah Swt telah menjelaskan semuanya di Al-Qur’an. Kitab-Nya bukan sekedar berisi firman-firman yang tak bermakna, melainkan Allah menganugerahkan pemahaman yang mendalam kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Sinar-Nya telah memancar di setiap ayat-ayat-Nya, dan tak ada yang mengetahuinya kecuali yang telah dibuka mata hatinya.

Agung, mulia, bijaksana, luhur dan bersemangat adalah sifat-sifat terpuji. Al-Qur’an sebagai pedoman umat manusia telah mempertegas sifat-sifat semacam itu bagi orang-orang yang dicurahkan rahmat Allah ke dalam jiwanya. Itulah pahala amal soleh.

NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post

4 komentar

avatar

Assalamualaikum Pak Ahmad,

Subhanallah... alhamdulillah, saya mendapatkan pencerahan yg begitu berharga dari Bapak.

Pahala amal sholeh, dapat dirasakan di dunia dan akhirat. Ruh/hati/jiwa, letaknya di alam baqa. Bila jasad mati, ruh yg merasakan hidup dunia kembali ke alam baqa-nya. Pahala dari amal sholeh yg dirasakan di dunia, dgn ketenangan dan ketentraman hati akan dibawa ke alam akhirat... surga hanya akan dirasakan oleh ruh/hati yg tenang yg meyakini Tuhannya meridhainya. Jasad adalah karunia Allah yg diberikan kepada ruh utk menjalani hidup di dunia dgn perjanjian yg telah ditetapkan oleh-Nya. Pertanggungjawaban pasti akan dimintakan... Itulah sebabnya hukum Allah akan dijalankan, di dunia dan akhirat, sudah seharusnya setiap manusia melakukan syukron iillah karena telah diberi kesempatan dgn karunia jasad dan melalui dunia, terlepas dari bagaimana bentuk dan keadaannya, yg sekaligus merupakan ujian. Subhanallah.. begitu banyak kealpaan manusia utk memahami hal ini...

Terima kasih Pak Ahmad... hanya konsistensi/istiqomah dalam mendudukkan hati kepada-Nya lah yg akan menolong manusia utk tetap menjaganya berada di jalan yg lurus, melalui titian shiratal mustaqim yg sebenarnya dgn selamat... Allahu akbar.

Syukron n Salam,

Eddy-Shaliq, Samarinda.

avatar

Wa 'alaikum salam wr. wb.

Puji syukur hanya kepada Allah kita panjatkan, bukan untuk selain-Nya. Dia-lah penyebab utama berlangsung segala hal bagi umat manusia, khususnya kaum mukmin yang tak pernah merasa lelah dan bosan merindukan-Nya.

Kepada mereka (para perindu-Nya) dikabari akan keluasan ilmu-Nya. Tiap ada hal yang patut diberitakan, Allah tak segan menunjukkan atau mengabari lewat kerinduan hati hamba-Nya.

Allah Yang Maha Mulia tidak sebagaimana yang dibayangkan oleh mereka yang tak merasa butuh dekat dan rindu kepada-Nya. Kasih sayang-Nya melampaui dari apa yang tidak diduga oleh mereka yang masih sungkan untuk menunjukkan kecintaan kepada-Nya.

Dia (Allah) adalah Tuhan Yang Maha Menepati janji-Nya. Siapa pun yang dengan sungguh-sungguh mencintai-Nya melebihi dari kecintaan kepada siapa dan apa pun, maka Dia juga membalasnya dengan rido-Nya.

Bila sang perindu menyuarakan di dalam hatinya rasa ingin diperhatikan, Allah Maha Mendengar akan kerinduan hatinya. Maka, Dia membalasnya dengan penuh kasih sayang melebihi siapa pun yang merindukan dirinya. Masya Allah la haula wa la quwwata illa billah.

Allah Maha Pencipta lagi Maha Penyayang kepada hamba-Nya yang merindukan diri-Nya. Maka, bagi para pecinta-Nya Allah "selipkan" rasa merindu kepada diri-Nya. Pecinta telah merasakan kenikmatan indahnya mendengar, menatap dan dialog dengan diri-Nya.

Terlampau berlebihan sepertinya, padahal, demi Dia Yang Maha Memperhatikan apa yang ditulis oleh hamba-Nya, bukanlah musykil dalam pandangan kasih sayang-Nya. Hanya keyakinan jiwa (hati atau ruh atau diri) yang demikian bersandar kerinduan pada keluasan kasih sayang-Nya, Allah pun sangat mencintainya.

Tuhan kita jangan diperlakukan seperti kepada musuh kita yang bersembunyi di dalam kegelapan jiwa. Dia lah Tujuan Akhir dari keberadaan kita hidup di dunia, tak harus menunggu ajal tiba. Siapakah yang menjamin Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Merindukan hamba-Nya akan menjumpai sesudah ruh kita meninggalkan jasadnya?

Berbuat kebajikan adalah jawabannya. Tiada amal yang dapat mengantarkan pada kedekatan di sisi-Nya, melainkan amal yang menjadikan bajik bagi para pelakunya. Itulah amal amal soleh.


Salam dariku,


Ahmad

avatar

Assalamualaikum.wr.wb......memang benar pak kalau hati selalu merindukan dan memanggilnya di setiap halaman nafas kita dan di sepa denyut nadi kita walau akal tak menyuruh menyebut asmaNYA ia akan terus menyeru asmaNYA.....di saat itu syariat akan mengikuti kita karena hati ini begitu ingin melakukan apa2 yg di perintahkan kepada jiwa bukan karena takut kepadaNYA....tetapi karena jiwa begitu cinta dan ingin selalu mendapat ridhoNYA untuk berjalan bersamaNYA...bahkan air mata jiwa inipun keluar setiap hati ini menyemenyebutNYA karena begitu jiwa ini merindukanNYA...apapun yg jiwa dan raga ini terima hanya terlihat kasih sayangNYA setidaknya inilah yg jiwa dan raga ini alami.....kenikmatan yg tiada banding dgn apapun karena begitu mencintai dan merindukanNYA.....Sehingga tanpa di suruh akal sang jiwa ini selalu menyebutNYA......memang benar pak tiada rasa takut akan apapun karena keyakinan jiwa ini akan kehadiranNYA....dengan segala cinta dan kasih sayangNYA,,,amin......wassalammualaikum wr. wb

avatar

Wa 'alaikum salam ww.

Terima kasih telah berkunjung ke halaman ini.

Alhamdulillah, sungguh tak kuasa manusia untuk selalu mengikuti kehendak Allah jika tak ada pertolongan-Nya.

Apa yang dapat diperbuat oleh kita semata-mata hanyalah mengikuti kehendak-Nya. Bukan karena kita mampu berbuat melainkan karena kemahabaikan Allah pada kita.

Berbuat amal soleh pun jika kita sadari sesungguhnya karena Allah telah berbuat bajik pada kita. Di situlah sudah sepatutnya bersyukur tanpa henti.

Perwujudan rasa syukurlah yang menjadikan hati kita tak pernah berhenti untuk selalu mengingat Allah di setiap keadaan dan waktu.

Hati-ruhaniah sesungguhnya berasal dari cahaya-Nya yang secara fitrah tidak menolak kebenaran.

Terjadinya pengingkaran akan kebenaran, karena sesungguhnya pada diri manusia disertakan dorongan untuk selalu berbuat jahat, yakni karena nafsu (nafs).

Akal sehat yang diciptakan oleh Allah pada manusia adalah sebuah karunia besar agar manusia dapat memahami dan menyadari atas apa yang menjadi kehendak Allah.

Akan tetapi, itulah setan yang selalu merongrong manusia agar mendustai Allah (padahal, kata Allah, tidaklah mendustai Allah melainkan mendustai diri sendiri), maka kelemahan manusia menjadikan terjerembab pada ajakan setan.

Karena itulah Allah telah memerintahkan orang-orang beriman berjuang di jalan agar mendapatkan keberuntungan.

Berjuang di jalan Allah sesungguhnya adalah menyucikan jiwa atau hati dari segala bentuk kejahatan dan bisikan setan.

Tanpa ada upaya yang sungguh-sungguh berjuang di jalan Allah pasti akan menemukan kesulitan untuk mendapatkan pertolongan Allah.

Itulah hakikat dari jihad fi sabilillah sehingga bagi mereka yang selalu memperhatikan hatinya dengan berzikir, bertasbih dan selalu berlindung kepada Allah, berarti dia telah menjadikan Allah menurunkan kasih sayang-Nya ke dalam jiwanya atau hatinya.

Salam,

Ahmad


EmoticonEmoticon

Post a Comment

NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner