Agama adalah sebuah istilah yang ditujukan kepada suatu pemahaman
mengenai keyakinan seseorang terhadap pembalasan Tuhan kepada yang tidak
berbuat baik. Alasannya adalah Tuhan tidak pernah mengajak kepada makhluk-Nya
untuk berbuat jahat. Maka, seseorang cenderung berbuat jahat apabila dia tidak
beragama.
Agama yang dimaksud di sini adalah agama samawi, yaitu agama yang pernah Allah menyebutnya di dalam Al-Qur’an sebagai agama-agama yang sesungguhnya adalah agama yang diakui oleh Allah. Akan tetapi, di dalam Al-Qur’an surat Ali Imron ayat 19, Allah berfirman: “Sesungguhnya agama (yang diridoi) di sisi Allah adalah Islam.” Allah juga berfirman, “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imron: 85). Maka ketika saya menyebut agama, yang dimaksud adalah Islam.
Agama yang dimaksud di sini adalah agama samawi, yaitu agama yang pernah Allah menyebutnya di dalam Al-Qur’an sebagai agama-agama yang sesungguhnya adalah agama yang diakui oleh Allah. Akan tetapi, di dalam Al-Qur’an surat Ali Imron ayat 19, Allah berfirman: “Sesungguhnya agama (yang diridoi) di sisi Allah adalah Islam.” Allah juga berfirman, “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imron: 85). Maka ketika saya menyebut agama, yang dimaksud adalah Islam.
Begitulah pentingnya
menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman karena Allah telah menerima dan meridoi
Islam sebagai agama-Nya. Manusia banyak yang beranggapan bahwa beragama hanya
untuk menutupi dampak langsung terhadap pribadi, bukan menyangkut kepentingan
umum. Anggapan seperti ini karena agama lebih dilihat sebatas hanya dari sisi keduniawian,
bukan sebagai bagian dari alam keabadian. Islam sebagai agama Allah tidak
pernah sama sekali mengajak umatnya untuk hanya memperjuangkan kehidupan
dunia, selain memikirkan juga kampung
akhirat.
Allah Swt mengakui
bahwa Islam adalah agama yang sangat sempurna. Maka siapa pun yang masuk Islam
berarti dia telah memperoleh petunjuk, “Kemudian
jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah: "Aku
menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang
mengikutiku". Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab
dan kepada orang-orang yang ummi: "Apakah kamu (mau) masuk Islam?"
Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika
mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah).
Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya” (QS. Ali Imron: 20).
Agama dan Allah
Allah sangat jelas menyebut bahwa Islam adalah agama-Nya. Anda adalah
salah seorang yang termasuk beragama Islam apabila mengakui bahwa Allah adalah
satu-satunya Tuhan, Allah yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak
beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tak ada satu pun yang dapat
menyamai-Nya (lihat QS. Al-Ikhlas: 1-4).
Apabila mengakui adanya hal demikian, anda tidak
lagi diragukan sebagai pemeluk agama Islam. Akan tetapi, bila salah satu saja
dari keempat ayat tersebut tidak diterima, maka anda bukan lagi menjadi pemeluk
agama Islam, alias murtad (keluar
dari agama Islam).
Kedudukan seseorang sebagai pemeluk agama Islam
terletak pada bagaimana dia menerima keberadaan Allah sebagaimana yang
disebutkan di dalam surat Al-Ikhlas, serta mengakui keberadaan Muhammad sebagai
Rasul-Nya.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh, suatu sapaan yang sangat menyentuh jiwa seseorang yang menerimanya.
Sapaan yang mengandung permohonan kepada Allah untuk keselamatan, kasih sayang
dan berkah saudaranya sesama muslim.
Di sinilah Allah mengkhususkan bagi kaum muslim
dalam tegur sapa di antara saudaranya, dan tidak ada hal yang serupa bagi
pemeluk agama lain. Allah sengaja mengajarkannya kepada pemeluk agama Islam
melalui Rasul-Nya.
Oleh karena itu, Islam merupakan salah satu agama
yang diselamatkan. Maknanya adalah bagi siapa pun yang memeluk agama Islam dia
berhak memperoleh penyelamatan dari Allah Azza wa Jalla atas siksa api neraka
apabila dia mengikuti apa yang ditunjuki-Nya melalui Rasul-Nya dan sebagaimana
firman-Nya yang ada di dalam Al-Qur’an.
Akar dari kata Islam
adalah salim, artinya selamat.
Selamat dari siksa api neraka yang menyala-nyala. Bahkan anda takkan sanggup
mendengarkan gemuruh suara apinya saja, yang apabila benar-benar
mendengarkannya pasti tubuh anda menjadi debu yang tak bisa dikenali lagi
bentuk aslinya. Naudzu billahi min dzalik.
Masalahnya adalah
apakah anda meyakini adanya Hari Kemudian? Bahwa surga itu benar adanya, neraka
itu benar adanya, kehidupan alam barzakh itu benar adanya, apakah akal anda
dapat menerima semua itu? Anda dapat menyangkal semua itu selama akal anda tidak tunduk kepada ruh
anda.
Ruh
sesungguhnya adalah diri atau hati atau jiwa
di alamnya (alam keabadian). Saat ini, ketika masih hidup di dunia, ruh
manusia berada bersama dengan jasadnya. Keberadaannya dapat dirasakan, tetapi
tidak dapat dicapai oleh penglihatan (dhohir).
Perkara ruh
hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Ruh bukan urusan manusia. Allah Yang Maha
Bijaksana hanya memberi sedikit pengetahuan mengenai ruh kepada siapa yang Dia
kehendaki.
Ruh sesungguhnya adalah
diri anda di alam keabadian. Bagaimana bentuk ruh anda tergantung bagaimana
anda memperlakukannya ketika hidup di dunia. Ada manusia yang tubuhnya adalah
berbentuk babi, padahal ketika di dunia dia seorang manusia yang pandai. Hanya
saja ketika di dunia dia suka mencuri uang negara (koruptor). Sekali lagi,
apakah akal anda dapat menerima keyakinan seperti itu?
Sekiranya akal tidak
dapat menerima kebenaran Allah, sebagaimana disabdakan oleh Rasul-Nya maupun
yang termaktub di dalam Al-Qur’an, maka dia berada dalam kedudukan sebagai Muslim
yang masih meragukan kebenaran. Begitu sebaliknya, meskipun akal anda belum
mampu menjangkau karena belum memperoleh petunjuk Allah, anda percaya (beda
dengan meyakini sampai hati anda ikut merasakan kehadiran-Nya) walau baru
sampai dilisankan, maka insya Allah anda masih menjadi seorang Muslim yang
tidak meragukan.
Jadi, kualitas keberagamaan Islam anda bukan semata-mata
ditentukan oleh kepandaian akal, tetapi juga diterima oleh hati anda sedemikian
hingga anda betul-betul yakin ada-Nya. Kata ‘ada-Nya’ menunjukkan bahwa Dia
benar-benar ada di dalam kekuasaan-Nya. Allah Azza wa Jalla adalah Dia Yang
Maha Kuasa atas segala yang dikehendaki-Nya.
Hati dan Ilahi
Ruh anda sebenarnya adalah hati anda. Apakah
anda mengenal hati anda? Hati yang ada di dalam tubuh bukan hati yang dimaksud
dalam tulisan ini, tetapi Hati yang merupakan ruh anda. Keberadaannya tidak
tampak, hanya kita dapat merasakannya seperti berada di wilayah hati organ tubuh
anda. Berbeda dengan hati, akal adanya di otak anda yang keberadaannya ada di
wilayah lahir.
Karena itu, Hati dan
akal berada di alam yang berbeda, meskipun Allah Swt menjadikannya berada
bersama-sama pada diri manusia ketika masih berada di dunia. Manusia yang hatinya
menjadi sumber inspirasi dalam menjalani hidup di dunia, dia akan merasakan
kehadiran Allah bersama-Nya. Tetapi, bila manusia menjadikan akal sebagai
sandaran dalam perjalanan hidup di dunia, maka dia mudah dijebak oleh bisikan
setan yang berada di dadanya.
Kata ‘dada’ sebetulnya
juga bukan dada sebagaimana yang anda kenal selama ini, tetapi dia sesungguhnya
merupakan ‘ruang bisikan’. Antara ‘ruang bisikan’ dengan Hati, Allah jadikan
keduanya berada dalam satu bagian yang hanya dibatasi oleh sebuah sekat yang
sangat tipis dan transparan. Allah mengajarkan kaum beriman untuk berlindung
kepada-Nya dari bisikan setan yang membisikkan kejahatan di dada, “Katakanlah:
"Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. dari
kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan)
ke dalam dada manusia. dari (golongan) jin dan manusia. (QS. An-Nas: 1-6).
Kedudukan hati anda
berada di bagian tak tampak ternyata memiliki nilai keutamaan yang lebih
dibandingkan dengan kedudukan akal. Mengapa demikian? Bukankah akal anda yang
menjadikan anda lebih mulia dibandingkan dengan makhluk lainnya? Benar bahwa
manusia karena akalnya menjadi berada lebih unggul dibandingkan dengan makhluk
Allah lainnya.
Akan tetapi, akal yang
tidak pandai menerima kehadiran Allah hanyalah menjadikan manusia berada di
hadapan Allah sebagai makhluk yang hina. Tak bedanya seperti hewan. Hewan juga
bisa menuruti instink-nya untuk
mendapatkan ‘kenikmatan’, seperti makan dan hubungan seks, walaupun tidak
memiliki akal. Manusia yang
memperturutkan akal yang mengikuti bisikan setan dari dada cenderung berbuat
jahat. Seperti hewan, dia mudah dijebak untuk melayani nafsunya yang keji,
tidak berperikemanusiaan, jahat terhadap sesama, pokoknya setiap keinginan
nafsunya tidak dipenuhi, akal akan membujuk bagaimana dapat memperoleh setiap
kemauan yang tidak terpenuhinya itu. Cara-cara setan sekalipun bila perlu
dilakukan. Begitulah kedudukan akal bila dihasut oleh bisikan.
Sementara hati tidak
demikian. Allah menjadikannya secara fitrah menerima kebenaran. Maka Hati lebih
mulia di sisi Allah. Begitu mulianya, sehingga Allah pun berkenan ‘Hadir’
kepada Hati hamba-Nya yang senantiasa mengingat-Nya. Allah Azza wa Jalla
bersemayam di Hati hamba-Nya yang sangat dekat dengan-Nya. Manusia yang
kedudukan Hatinya seperti itu, maka Allah Swt senantiasa melindunginya dari
segala kejahatan setan yang membisikkan di dadanya. Maka, manusia yang demikian,
Hatinya bersih dari kekotoran yang menjadikannya penyakit. Bila Hati ada
penyakit, maka Allah akan menambah penyakit. Allah berfirman di dalam surat Al-Baqarah
ayat 10, “Dalam hati mereka ada penyakit,
lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan
mereka berdusta.”
Allah Azza wa Jalla
tidak membedakan siapa pun sebagai manusia, apakah dia muslim atau bukan. muslim,
sebagai manusia, adalah yang mengakui Allah Yang Mahaesa dan Muhammad utusan-Nya.
Sedangkan kafir, yang juga adalah manusia, secara syar’i tidak mengakui Allah
Swt sebagai Tuhannya dan Muhammad adalah utusan-Nya. Tetapi keduanya, muslim
dan non-muslim, adalah manusia. Maka, ayat di atas sesungguhnya ditujukan juga
kepada muslim sebagai manusia.
Bila ada yang
menafsirkan ayat tersebut hanya ditujukan kepada orang-orang kafir, maka
bagaimana muslim yang juga manusia yang, nyatanya mengaku beriman kepada Allah
tetapi hatinya tidak pernah mengingat Allah. Maka, dalam kedudukan sebagai muslim
yang berikrar bahwa Allah adalah Tuhannya dan Nabi Muhammad Saaw sebagai
utusan-Nya, sementara hatinya bersikap ‘biasa-biasa saja’ akan keberadaan
Allah, Allah menegaskan, “Di antara
manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari
kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman.” (QS. Al-Baqarah: 8).
Beriman kepada Allah
dan Hari Kemudian merupakan kata kunci bagi seorang manusia (muslim?), bahwa
dia mengakui keberadaan Allah di hatinya, bukan di bibirnya. Allah
memberitahukan keberadaan hati manusia yang mengaku beriman di bibirnya,
padahal mereka mencoba menipu pada ayat selanjutnya (QS. Al-Baqarah: 9), “Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang
yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak
sadar.”
Allah Swt menciptakan
akal dan hati senantiasa untuk menghamba kepada-Nya. Allah tidak meletakkan
akal mengungguli hati, tetapi akal secara kodrati untuk berdampingan dengan hati.
Manusia adalah hidup bila dia ada hatinya (ruhnya). Sebaliknya, meskipun dia
secara lahir hidup, maka sesungguhnya dia mati bila hatinya diabaikan.
Islam mengajak umatnya
untuk menjadi manusia yang berakal dan berhati sesuai dengan kodratnya. Akal
tidak dapat menguasai hati, tetapi hati dapat mempengaruhi akal. Maka, bila
akal manusia mengikuti kata hatinya, dia akan selamat. Sedangkan akal yang
mengikuti bisikan di dadanya, maka dia celaka. Jangan jauhkan hati dari diri
anda, sebab di sanalah anda semestinya berada. Allah hanya berkenan menjumpai
anda di hati, bukan anda yang ada di akal. [ ]
EmoticonEmoticon