2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.
Pelajaran yang dapat diambil dari ayat-ayat surat Al-‘Ashr di atas adalah bahwa sesungguhnya manusia berada di dalam kerugian atau tidak berada di dalam keberuntungan. Mengapa Allah Azza wa Jalla demikian tegas menyampaikan keberadaan manusia yang sebenarnya? Bahkan Allah Azza wa Jalla bersumpah atas satu masa. Manusia dalam satu masa adalah makhluk Allah Yang Maha Pencipta. Allah Azza wa Jalla menciptakan dalam satu masa akan suatu kehidupan umat manusia. Dan, sungguh manusia sama sekali tidak beruntung.
Anda boleh jadi bertanya, mengapa Allah Azza wa Jalla bersumpah dengan satu masa bahwa Dia menciptakan, sekaligus memberitakan, manusia yang sesungguhnya benar-benar dalam kerugian? Rugi berarti lepasnya suatu keberuntungan dari pribadi manusia sebagai makhluk Allah Azza wa Jalla. Jadi, dalam penciptaan manusia, Allah Azza wa Jalla tidak secara langsung menempatkan adanya keberuntungan, selain melengkapi apa yang dimiliki dalam diri manusia, yaitu organ-organ tubuh dan ruh. Manusia sebagai makhluk Allah Azza wa Jalla memiliki keunggulan dari makhluk lainnya karena dilengkapi dengan akal dan ruh (yang diciptakan untuk tunduk dan patuh kepada-Nya).
Kerugian baru akan lepas setelah manusia, dengan akal dan ruhnya (hati), mampu memberdayakan diri. Allah Azza wa Jalla mengajarkan, pada ayat 3 (ketiga), bahwa manusia yang tidak berada di dalam kerugian adalah manusia yang beriman. Siapakah manusia yang beriman itu?
Manusia beriman adalah dia yang meyakini akan keberadaan Allah Azza wa Jalla sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Tiada Tuhan kecuali Allah. Akal tercipta untuk berpikir, maka seharusnya dapat mengerti bagaimana manusia diciptakan. Mengetahui akan keberadaan Allah Azza wa Jalla sebagai Tuhan Yang Maha Pencipta adalah pekerjaan akal. Allah Swt menciptakan manusia untuk beribadah hanya kepada-Nya dan menegaskan kepada ruh bahwa Allah adalah Tuhannya Yang Menciptakan.
Dengan akalnya manusia berpikir dan dengan ruh (hati)-nya manusia mengimani. Maknanya adalah Allah Swt menciptakan manusia sudah dilengkapi akal untuk berpikir mengerti dengan menyandarkan kepada hatinya yang memperoleh perintah untuk beribadah kepada Allah.
Perintah untuk beribadah hanya kepada Allah telah diamanatkan kepada ruh (hati) manusia. Allah Swt telah menegaskannya kepada hati agar kelak ketika berada di alam keabadian, dia tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya atas perintah Allah tersebut. Sementara akal tidak memperoleh perintah tersebut. Akan tetapi, Allah Yang Maha Adil mengajarkan akal melalui perantaraan kalam (wahyu yang diturunkan melalui Jibril a.s. kepada Rasul-Nya) untuk mengetahuinya.
Allah Azza wa Jalla telah menurunkan Al-Qur'an dan Kitab-Kitab sebelumnya memerintahkan kepada umat manusia, juga jin, agar hanya beribadah kepada Allah. Bahwa Allah adalah Tuhan Yang Esa; tiada Tuhan kecuali Allah yang patut untuk disembah.
Allah Azza wa Jalla sangat menyayangi makhluk-Nya yang mau beriman kepada-Nya. Akan tetapi, Allah Swt juga tidak memaksa apabila ada manusia yang tidak beriman kepada-Nya setelah diturunkan para Rasul-Nya menjelaskan perkataan-perkataan Allah di dalam Kitab-Nya. Allah Swt hanya menyampaikan kabar gembira kepada mereka yang beriman akan pahala yang setimpal di Hari Kemudian. Adapun berita untuk yang tidak beriman, Allah Swt telah menegaskan adanya siksa sebagai balasan yang akan diterima.
Al-Qur’an adalah Kitab yang memuat firman-firman Allah. Di dalamnya berisi ajakan atau perintah Allah Azza wa Jalla agar senantiasa beriman kepada-Nya. Anda, sebagai seorang muslim, wajib beriman kepada apa pun yang difirmankan oleh Allah Swt. Meyakini akan kebenaran firman-Nya adalah sama meyakini keberadaan Allah Swt sebagai Tuhan Yang Maha Pencipta. Demikian juga, anda harus meyakini atas perkataan-Nya untuk tidak melanggar larangan-Nya.
Asal usul turunnya ayat sesuai dengan konteks saat Allah Swt berkehendak mewahyukannya kepada Rasul-Nya. Asal usul turunnya (asbabun nuzul) ayat-ayat Allah Swt sesungguhnya mengandung pelajaran bagi yang datang kemudian. Dengan demikian, asbabun nuzul sangat terkait dengan mengapa Allah Swt menurunkan wahyu kepada Rasul-Nya saat sebuah peristiwa yang terjadi saat itu agar dapat dijadikan sebagai bahan pelajaran bagi manusia yang lahir jauh dari turunnya ayat-ayat Allah tersebut.
Asal usul turunnya ayat sesuai dengan konteks saat Allah Swt berkehendak mewahyukannya kepada Rasul-Nya. Asal usul turunnya (asbabun nuzul) ayat-ayat Allah Swt sesungguhnya mengandung pelajaran bagi yang datang kemudian. Dengan demikian, asbabun nuzul sangat terkait dengan mengapa Allah Swt menurunkan wahyu kepada Rasul-Nya saat sebuah peristiwa yang terjadi saat itu agar dapat dijadikan sebagai bahan pelajaran bagi manusia yang lahir jauh dari turunnya ayat-ayat Allah tersebut.
Allah Swt berkehendak menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman bagi umat manusia yang sudah dilengkapi akalnya untuk memikirkan, memahami, menghayati dan mengamalkannya. Allah Swt akan membimbing kepada kaum mukmin yang mendalami Al-Qur’an agar menjadi lebih meyakini serta meningkatkan keimanannya supaya menjadi orang-orang bertakwa. Dengan Al-Qur’an, maka akal manusia yang tidak memperoleh perintah untuk beriman kepada Allah saat penciptaan dirinya di dalam rahim ibunya, dapat meyakini kebenaran Allah Azza wa Jalla.
Adapun orang-orang yang tidak meyakini kebenaran ayat-ayat Allah, maka Dia (Allah) telah menyiapkan balasan siksa di Hari Kemudian. Dalam hal inilah ayat 2 dan 3 menegaskan bahwa sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi bila tidak beriman.
Allah Swt mengajak manusia untuk beriman kepada-Nya agar dapat keluar dari dalam kerugian. Asma-Nya senantiasa disebut-sebut agar Dia berada dalam kehendak-Nya mengingat orang-orang beriman kepada-Nya. Beriman kepada Allah Swt berarti cinta akan diri-Nya. Juga merindu atas kehadiran-Nya. Allah Azza wa Jalla ada di hatinya. Gairah hatinya semakin kuat untuk berjumpa dengan-Nya. Bila disebut nama-Nya bergetarlah hatinya. Takut sekiranya tidak mengikuti perintah-Nya dan melanggar larangan-Nya.
Patutkah orang-orang yang sudah beriman tidak berbuat kebajikan (beramal soleh)? Seorang muslim tidak cukup sebatas meyakini akan kebenaran Allah, juga harus beramal soleh. Inilah syarat kedua agar lepas dari dalam kerugian.
Allah Azza wa Jalla memerintahkan manusia, juga jin, agar meyakini kebenaran ayat-ayat-Nya. Anda diajak untuk beriman agar menjalankan apa yang anda imani. Beriman kepada-Nya berada dalam amaliah yang sudah ditetapkan. Anda beriman, maka anda harus berbuat kebajikan (beramal soleh). Jika tidak mengamalkan apa yang sudah anda imani (firman Allah), juga sabda Nabiuna Muhammad Saaw sebagai petunjuk tambahan dari Al-Qur’an, maka anda tidak dapat keluar dari dalam kerugian.
Amal-amal soleh adalah perbuatan-perbuatan yang mengacu kepada perintah dan larangan Allah, baik yang disebut di dalam Al-Qur’an maupun sabda Nabi-Nya Saaw (hadits). Anda tidak beramal soleh sekiranya melakukan pelanggaran dari apa yang dilarang oleh Allah Swt! Solat sebagai salah satu perintah yang wajib didirikan oleh seorang muslim, solat seharusnya dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Bila anda solat, tetapi anda juga melakukan makar, maka solat anda tidak mengandung perbuatan yang sudah soleh. Amal soleh berdampak positif kesudahannya. Secara syar’i, anda sudah menunaikan kewajiban dan memperoleh pahala, tetapi hakikatnya tidak beroleh apa-apa (tidak ada kebajikan di dalamnya).
Pemahaman mengenai amal soleh dapat dimaknai sebagai perbuatan yang secara syar’i (dalil-dalil yang menjadi sandaran hukum atas suatu amal) baik atau bajik, juga secara fungsionalitas terukur sejalan dengan batas-batas kemampuan seseorang. Misalnya, perintah untuk mencari nafkah adalah wajib (perbuatan bajik), tetapi bila pekerjaan yang dilakukan itu melampaui batas kemampuan, maka seseorang yang melakukan pekerjaannya itu tidak disebut beramal soleh. Anda seorang ahli kimia, pekerjaan yang anda lakukan seharusnya sejalan dengan keahlian anda. Bila anda melakukan pekerjaan tidak sejalan dengan keahlian anda, maka secara syar’i anda telah baik atau bajik karena anda telah bekerja, tetapi secara fungsionalitas, anda bekerja di luar kemampuan anda. Apabila pekerjaan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.
Beramal soleh, dengan demikian, merupakan perbuatan yang secara syar’i wajib, boleh, baik atau bajik, tetapi secara keseluruhan mengandung keutamaan yang berdampak positif kesudahannya. Secara syar’i dibenarkan, juga hakikatnya berbuah kebajikan untuk diri sendiri dan orang lain (umum). Anda menunaikan solat, mengeluarkan zakat, berpuasa dan menunaikan ibadah haji (bagi yang mampu untuk menunaikannya) adalah menjalankan perintah wajib dari Allah Swt sebagaimana difirmankan di dalam Al-Qur’an atau disabdakan oleh Nabi-Nya Saaw (syari’ah). Perbuatan anda melaksanakan syari’ah belum tentu disebut telah beramal soleh bila hakikatnya tidak ditunaikan. Jadi, orang yang beramal soleh sesungguhnya adalah orang yang bertakwa. Menjalankan perintah Allah Azza wa Jalla dan menjauhi larangan-Nya.
Orang-orang yang beriman lagi beramal soleh (bertakwa) adalah orang-orang yang telah keluar dari dalam kerugian. Untuk memperkuatnya, maka Allah Azza wa Jalla memintanya agar berbuat saling menasehati, baik untuk menaati (taat dalam) kebenaran maupun untuk menetapi (tetap dalam) kesabaran. Syarat ini untuk menjadikan orang-orang yang beriman lagi beramal soleh benar-benar bertakwa (sebenar-benar bertakwa). Allah Azza wa Jalla berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan berserah diri” (QS. Ali Imron : 102).
يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan berserah diri” (QS. Ali Imron : 102).
Perintah Allah Swt kepada kaum beriman agar menjadi orang bertakwa dengan sebenar-benar bertakwa maknanya adalah kontinuitas ketakwaan tidak boleh berhenti. Maka, cara yang paling baik (ahsan) adalah saling berbagi (sharing); berbagi dalam kebenaran dan kesabaran.
Orang-orang yang beriman lagi beramal soleh (bertakwa) adalah orang yang sudah meraih puncak perjalanan menuju kepada-Nya. Maka, Allah sangat menghendaki agar kaum muttaqin berbagi pengalaman dalam perjalanan di Jalan Allah kepada kaum beriman yang lain. Pengalaman adalah guru yang terbaik. Karena itu, orang bertakwa, dengan pengalamannya, menjadi guru yang terbaik.
Sebaliknya, bagi kaum beriman juga dapat berbagi pengalaman kepada orang bertakwa; perjalanan hidupnya selama menjalani peribadatan kepada Allah Azza wa Jalla seperti apa. Dalam hal menegakkan kebenaran, masing-masing berbeda caranya bergantung dari pendekatan yang digunakan. Ada yang melihat kebenaran secara lahir, ada juga yang memandangnya menurut aksi atau praktek peribadatan. Secara lahir, mereka menghubungkan segala sesuatu yang terkait dengan kebenaran harus menyandarkan kepada dalil-dalil yang dipahaminya. Sedangkan dari aksi atau praktek peribadatan, caranya yang digunakan dapat dirasakan secara langsung di dalam jiwanya.
Dari pengalaman yang berbeda-beda ini, seorang yang sudah pada puncak perjalanan menuju kepada-Nya akan lebih mudah menggambarkan dari kedua pendekatan yang berbeda tersebut. Secara praktek dan teori sangat berbeda. Apa pun yang menjadi perbedaan, maka orang yang sudah menemui Tuhannya dapat menajamkan suatu pendekatan yang telah digunakannya.
Manusia beriman dan bertakwa saling berbagi, saling menolong, saling mengingatkan dan saling mendekatkan diri kepada Allah. Seluruhnya berada di dalam naungan Allah Swt. Yang beriman agar menjadi bertakwa dan yang bertakwa semakin bertakwa.
Orang-orang bertakwa memang seharusnya saling menasehati. Kapan dan di mana pun dapat dilakukan. Manusia bertakwa sebagai orang yang berada pada puncak perjalanan telah mengetahui banyak lika-liku kehidupan. Berada dalam situasi yang penuh disadari dan diterima dengan segenap hati yang menjadi bagian dari perjalanan menuju kepada-Nya. Cobaan atau ujian yang dihadapi dalam mengarungi kehidupan sudah dimaklumi dengan senantiasa menyandarkan kepada kasih sayang Allah.
Allah Azza wa Jalla tak pernah dilupakan dari dalam dirinya. Allah senantiasa diseru asma-Nya, dirindukan, diandalkan, dijadikan sebagai sandaran pertolongan bagi dirinya. Ketika diuji, orang bertakwa menerima dengan penuh kesabaran. Allah Swt Yang Maha Sayang telah mencukupi semua kebutuhannya. Seorang yang bertakwa bermula dari adanya keyakinan pada dirinya, bahwa semua yang dihadapi sebagai ujian berasal dari kasih sayang Allah. Tanpa adanya berkeluh kesah.
Allah Azza wa Jalla tak pernah dilupakan dari dalam dirinya. Allah senantiasa diseru asma-Nya, dirindukan, diandalkan, dijadikan sebagai sandaran pertolongan bagi dirinya. Ketika diuji, orang bertakwa menerima dengan penuh kesabaran. Allah Swt Yang Maha Sayang telah mencukupi semua kebutuhannya. Seorang yang bertakwa bermula dari adanya keyakinan pada dirinya, bahwa semua yang dihadapi sebagai ujian berasal dari kasih sayang Allah. Tanpa adanya berkeluh kesah.
Untuk menjadi bertakwa membutuhkan kesabaran. Serangkaian ujian telah diterima dengan sabar dan bertawakal kepada-Nya. Maka, pada puncak perjalanan hidup sebelum matinya, sang penyabar kini telah menerima anugerah karunia yang banyak. Allah pun rido menjumpainya. Pelabuhan cinta antara dirinya dengan Dia berpadu dalam kasih sayang-Nya. Puncak perjalanan sangat berat tetapi membahagiakan.
Kaum bertakwa secara terus menerus berbagi dalam kebenaran dan kesabaran. Anugerah Allah Yang Maha Sayang mengantarkan mereka dapat berbuat untuk kemaslahatan umat. Mereka telah mereguk nikmatnya anugerah dari Allah Azza wa Jalla. Hidupnya sampai ajal menjemput dipersembahkan untuk mengajak kebenaran Allah kepada kaum beriman. Allah Azza wa Jalla pasti mencukupi semua kebutuhannya. Menaruh perhatian yang besar agar orang-orang beriman menjadi bertakwa.
Anda akan menjadi bertakwa bila sudah beriman dan beramal soleh. Mengajak orang lain untuk beriman dan beramal soleh merupakan kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang bertakwa. Bagaimana apabila diajak oleh orang-orang yang baru beriman tetapi belum beramal soleh? Syarat yang sepatutnya dipenuhi bagi orang beriman untuk berbagi kebenaran dan kesabaran adalah beramal soleh. Jadi, sebelum berbuat kebajikan, seharusnya akan lebih utama tidak terburu-buru ingin berbagi kebenaran dan kesabaran. Beriman dan beramal soleh lah lebih dahulu, baru berbagi.
Akan tetapi, bagaimana dapat menentukan bahwa seseorang telah beramal soleh? Uraian terdahulu telah dengan jelas menegaskan apa yang dimaksud dengan beramal soleh. Introspeksi adalah perbuatan yang terbaik dalam menilai sebuah perjalanan hidup seorang manusia yang beriman kepada Allah. Sekiranya belum beramal soleh, tetapi mengajak ajak orang untuk berbuat kebajikan, maka adalah suatu dusta dalam beragama. Jangan tutupi kedustaan untuk meraih pujian orang. Sebuah kenistaan yang dialami bila dilakukan.
Allah Maha Mengetahui. Hati adalah sebuah 'bejana' yang tersimpan di dalamnya nilai-nilai kebenaran. Ketika hati berdusta, maka dia tak akan sanggup untuk menyimpannya. Kebenaran akan menghujat kebohongan. Allah Yang Maha Benar pasti tak akan rido bila mendapati adanya kepalsuan di dalam hati. Dia Sang Pemilik Kebenaran pasti akan mengeluarkan kedustaan dari dalam dirinya. Terkuaklah kepalsuan seseorang bila terus menutupinya di dalam hati.
Nilai-nilai kebenaran bukanlah berbentuk suatu kepalsuan. Mustahil orang yang berdusta tidak terkuak. Tak dapat kebenaran bercampur dengan kepalsuan. Maka, bertakwalah. Sulit bila belum bertakwa menasehati untuk taat dalam kebenaran dan tetap dalam kesabaran. Berbagilah pengalaman hidup untuk menjadi bahan pelajaran.
Pembawa kebenaran hanya dilakukan oleh orang-orang bertakwa yang telah mendapat amanat dari Allah. Menaati kebenaran, juga menetapi kesabaran, adalah berpijak pada anugerah Allah. Maka, orang bertakwa adalah orang yang telah memperoleh anugerah karunia yang banyak dari Allah Yang Maha Penyayang.
Pembawa kebenaran hanya dilakukan oleh orang-orang bertakwa yang telah mendapat amanat dari Allah. Menaati kebenaran, juga menetapi kesabaran, adalah berpijak pada anugerah Allah. Maka, orang bertakwa adalah orang yang telah memperoleh anugerah karunia yang banyak dari Allah Yang Maha Penyayang.
Orang bertakwa memperoleh anugerah karunia yang banyak setelah menempuh perjalanan hidup dengan banyak ujian. Maka, baginya kesabaran telah menjadi bagian hidup yang sudah dilalui. Mengenal bagaimana harus bersabar ketika mendapati ujian dari Allah, bagi orang bertakwa bukan suatu hal yang sulit untuk dipahami. Patut baginya bila berbagi nilai-nilai kesabaran.
Pelajaran yang dapat diambil dari ayat 3 (ketiga) adalah berbagi dalam kebenaran dan kesabaran hanya dapat dilakukan oleh orang sudah beriman dan beramal soleh (bertakwa). Alasan yang sangat mendasar adalah orang-orang belum bertakwa masih dalam kondisi hati yang dikuasai oleh nafsu. Allah Azza wa Jalla berfirman,
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Yusuf : 53).
وما أبرئ نفسي إن النفس لأمارة بالسوء إلا ما رحم ربي إن ربي غفور رحيم
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Yusuf : 53).
Nafsu (nafs) atau diri atau jiwa, yang dalam hal ini saya menyebutnya sebagai ruh (hati), adalah sebuah sebutan untuk menjelaskan keberadaan manusia di luar yang tampak (lahir). Allah Swt menciptakan ruh atau hati (qolbu) secara fitrah adalah suci. Kesucian hati akan tetap (konstan) tidak dapat diajak untuk berubah mengikuti keburukan atau kejahatan. Apabila dalam perjalanan hidup, ada manusia yang hatinya atau ruhnya atau nafsunya atau dirinya mengikuti kejahatan, maka hatinya tidak pernah diperlakukan sebagaimana seharusnya (secara fitrah), selain dibiarkan sampai dikuasai oleh ajakan (bisikan) setan.
Dalam kondisi hati yang dibiarkan tanpa diperlakukan untuk berada dalam fitrahnya, maka hati menjadi lemah tidak berdaya. Hati yang seperti inilah yang cenderung dikuasai oleh ajakan iblis laknatullah ‘alaih. Hatinya atau dirinya seolah-olah jahat. Manusia yang belum berada pada puncak perjalanan menuju Allah, sangat mudah dipengaruhi oleh ajakan-ajakan keburukan. Ada kecenderungan mengikuti kejahatan.
Sebaliknya, hati yang diperlakukan untuk menyeru asma-Nya setiap tarikan nafasnya, maka hatinya dikuasai oleh cahaya-Nya. Berkat cahaya-Nya lah hati atau ruh atau jiwa atau nafsu itu berada di dalam rahmat (kasih sayang) Allah.
Maka, sulit bagi orang-orang yang hatinya dikuasai oleh selain dari cahaya Allah (nurullah) stabil mengikuti ajakan kebenaran. Orang-orang bertakwa adalah orang-orang yang hatinya dikuasai oleh nurullah sehingga hatinya menjadi tenteram.
Ketenteraman (mutmainnah) hati menghasilkan terbukanya kebenaran dalam diri. Hanya dalam hati yang tenteramlah, Allah Azza wa Jalla menurunkan cahaya-Nya yang berisi Al-Haq (nilai-nilai kebenaran). Allah adalah Pemilik Kebenaran.
9 komentar
assalamualaikum pak ahmad..
bagaimana upaya agar kita tetap istiqomah dalam keimanan kepada Allah? sungguh setiap waktu yg dilalui terasa sulit dan keimanan naik-turun menghadapi keadaan duniawi saat ini. terima kasih.
Asuhan Allah pasti akan berada di dalam naungan-Nya! Siapa pun yang meyakini kebenaran firman-Nya tanpa ada keraguan dan mengamalkan apa yang menjadi perintah dan larangan-Nya, maka dia akan didudukkan sebagai hamba yang mulia. Itu sudah pasti!
Bagaimana agar tetap istiqamah atas keyakinan yang sangat ditetapkan kebenarannya di dalam al-Qur'an? Inilah yang memang tidak mudah orang melakukannya!
Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki (lihat an-Nur:35). Maka, apabila kita sungguh-sungguh berada di dalam jalan Allah (fi sabilillah), insya Allah Dia pasti menolong.
Pertolongan Allah Azza wa Jalla akan dirasakan di dalam hati yang senantiasa berdzikir khofi asmaul husna! Untuk antum, yang sedang merindukan Dia dalam jiwa, hendaknya terus menerus menyeru asma-Nya: Ya Wahhab...Ya Wahhab...Ya Wahhab. Lakukanlah tanpa berhenti di hati. Gunakan alat pengingat sedapat mungkin yang tidak tampak terlihat oleh orang lain. Ajaklah jari telunjuk tangan kanan (sebagai alat pengingat) anda dengan perlahan digerakkan. Setiap gerakan naik turun berdzikirlah.
Cara ini akan berdampak efektif terhadap hati agar tetap ingat! Cara ini juga mengajak anda untuk berlatih istiqamah mengingat asma-Nya!
Insya Allah, dalam satu minggu anda akan mendapati keajaiban yang tidak disangka-sangka! Keliru bila dunia adalah sasaran yang mengacaukan ahli dzikir! Setanlah sesungguhnya yang meninabobokan kaum mukmin akan dunia! Lawanlah dengan memohon pertolongan kepada-Nya secara terus menerus dengan dzikir khofi yang juga terus menerus!
Istiqamah membutuhkan perjuangan (jahiduna fi sabilih) dengan memohon pertolongan kepada Allah dengan sabar bila diuji dan lakukan solat yang menghayati makna bacaan solat di hati. Perhatikan setiap bacaannya. Contoh, ketika takbir (Allahu Akbar) di lisan diucapkan, di hati (boleh sesudah selesai mengucapkan takbir) dimaknai (Duhai Allah, Engkau memang Maha Besar).
Alhamdulillah.. terima kasih Pak Ahmad. Insya Allah saya akan coba menjalankannya dan semoga saya selalu disadarkan oleh-Nya utk terus melakukan zikir khofi di setiap waktu yg saya lewati hingga menjadi keniscayaan lafadz di hati saya.
Pak Ahmad, ada sedikit cerita yg mungkin terdengar lucu. Istri saya bertanya : "Bi, kenapa Allah memberikan bidadari2 utk para lelaki yg masuk syurga.. sedangkan perempuan ngga ditawari pangeran2?"
Saya menangkap dari pertanyaan tsb, sepertinya istri saya menganggap bhw Allah itu tidak adil dan mungkin juga ada sedikit rasa cemburu, seandainya saya masuk syurga saya bakal dapat banyak bidadari.. karena pertanyaan berikutnya : "kalo umi masuk syurga juga, apa abi bakal milih umi?" Saya tertawa mendengar pertanyaan itu.. hehe..
Pak Ahmad, pertanyaan itu saya jawab dengan sangat hati2 menurut pemahaman saya dan sayangnya saya blm mampu menyebutkan ayat Allah lainnya yg bisa menjawab itu. Saya hanya menegaskan bahwa Allah tidak mungkin ngga adil n yakinilah itu! Allah maha mengetahui atas semua kalam-Nya dalam Al-Qur'an. Kita manusia dijadikan-Nya dgn pandangan duniawi ini dgn pemikiran spt itu... di syurga nanti, wallahu a'lam... pandangan kita pasti bukan hitung2an yg kita rasakan sekarang.. tidak ada rasa cemburu, semua akan terasa adil karena ruh kita sudah lapang di dalamnya. maksud bidadari itu, mungkin ngga sama seperti pemikiran saat ini. Allah pasti akan menjadikan pandangan masing2 kita bhw siapa yg menjadi pasangan kita adalah kekasih hati kita seperti terasa sewaktu di dunia.. dan masing2 sudah disempurnakan, tidak ada cela dan siapa pun itu akan mendapatkan apa yg diinginkannya. Masalah bentuknya wallahu a'lam. Pasti sudah tidak ada nafsu seperti hidup di dunia ini... karena semua sudah terasa nikmat. Tidak mungkin Allah menjadikan para lelaki di syurga bisa berganti2 n memilih2 bidadari seenaknya seperti keadaan di dunia, bukan seperti prostitusi seperti yg dikatakan oleh kaum kafirin dalam menafsirkan ayat itu... Naudzubillah! Akan sama sekali berbeda dan yg pasti adalah semua hal yg disenangi oleh manusia itu akan didapatkannya sesuai dgn keadaannya, tak terkecuali laki2 maupun perempuan. Ruh-lah yg akan kembali kepada-Nya dan itulah ganjaran bagi orang2 yg beriman.
Benarkah demikian, Pak Ahmad? Semoga pemahaman saya itu tidak melenceng dari ketentuan-Nya dan bukan pengaruh syetan laknatullah!
Mendengar penuturan saya tsb, istri saya kembali tersenyum Pak.. alhamdulillah... memang indah kalau kehidupan kita dipenuhi dgn kasih sayang...
Ya Allah, dari ungkapan itu, saya jadi mahfum mengapa sahabat2 Rasulullah berlomba2 mengorbankan nyawanya jihad fisabilillah... karena di kehidupan sesudah matinya jasad ini akan lebih menyenangkan dibanding di dunia yg tak seberapa dan singkat ini. Memang akan sangat beruntung orang yg mampu istiqomah fisabilillah dan berakhir dgn husnul khotimah. Subhanallah.. Akan sangat bahagia sekali jika saya bisa membuat syetan menangis tersedu2 karena tidak mampu menggoda saya hingga akhir hayat dan saya bisa melihat malaikat beriringan menyambut ruh saya menuju Allah swt. Allahu Akbar..! Hanya saja saat ini saya masih malu kepada Allah krn masih dipenuhi dgn dosa dan tidak istiqomah dalam bertaqwa... syetan masih menemukan celah dalam diri saya utk menggoda dan menghasut.. astaghfirullahal adzim... aku mohon perlindungan-Mu ya Allah!
Subhnanallah, la ilaha illa Allah Muhammadun rasulullah!
Asyik sekali ketika Allah melukiskan keadaan di surga! Allah SWT sedemikian hebat menjadikan manusia khidmat memahami apakah seperti itu surga yang berada di sisi-Nya?
Allah SWT menggambarkan surga sebagaimana firman-Nya, "Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya" (al-Baqarah:25).
Allah Azza wa Jalla tidak mengingkari janji-Nya! Bahwa untuk mereka yang beriman dan beramal saleh (bertakwa) diberikan buah-buahan di surga persis seperti di alam dunia. Akan tetapi, Allah SWT tidak menjelaskan istri-istri suci itu siapa?
Dalam ayat lain, Allah SWT menyebutnya bidadari (QS. 37:48; 38:52; 44:54; 52:20; 55:58,70,72; 56:22,35) yang bertelekan di dipan-dipan dan dikawinkan oleh Allah, bermata jeli, menundukkan pandangannya di hadapan suaminya, putih bersih, berumur sebaya. Allah SWT menciptakan langsung bidadari itu di surga.
Bagaimana dengan kedudukan istri anda saat di dunia? Adakah dia juga dapat menjadi istrinya di surga? Sampai saat ini, para mufasir berada di dalam penafsiran yang tidak sama. Sekiranya istrinya bertakwa, sebagaimana suaminya, maka dia pasti ditempatkan menjadi istrinya dengan wajah dan keadaan dirinya sebagaimana bidadari di surga. Kedudukannya di surga sebagai permaisuri! Sedangkan seluruh bidadari yang disediakan oleh Allah SWT di surga akan menjadi istri-istri yang sah.
Jadi, seorang istri (wanita yang dinikahi di dunia) akan berada dalam kedudukan sebagai istrinya (bidadari) di surga apabila ia bertakwa mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah melalui bakti kepada suaminya dan menunaikan sebagaimana telah ditentukan oleh Allah SWT dalam keputusan-Nya sebagai orang-orang bertakwa.
Allah SWT tetap dalam kedudukan-Nya sebagai Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mulia tak mungkin merubah ketetapan-Nya, bahwa istri bersuami seorang laki-laki. Mustahil bersuami banyak!
Allah SWT menentukan kodrat seorang wanita tidak memiliki kecenderungan berpoliandri. Sebaliknya, secara kodrati, laki-laki berkecenderungan suka berpoligami! Adakah ketentuan ini disebut sebagai ketidakadilan Allah kepada ciptaan-Nya? Allah SWT tidak sebagaimana yang diduga oleh makhluk-Nya!
Keterangan manusia yang menyatakan tidak adil karena dia tidak memiliki kemampuan mengetahui apa yang menjadi ketetapan-Nya. Sekiranya Allah SWT memberinya pengetahuan, maka mustahil berkata-kata seperti itu. Pemahaman manusia akan kehendak-Nya tidak didasarkan kepada petunjuk-Nya!
Allah SWT pasti memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Orang yang telah memperoleh al-hikmah memiliki pengetahuan tentang itu: "Allah SWT menjadikan laki-laki memiliki kecenderungan berpoligami karena dia diciptakan dengan kekuatan yang paling kuat dan berkuasa atas perempuan! Karena itu, laki-laki ditetapkan oleh Allah SWT menjadi pemimpin di dalam keluarga! Suamilah yang bertanggung jawab akan seluruh tugasnya di dalam lingkungan keluarga, bukan istrinya (perempuan)! Perempuan tidak diciptakan dengan kekuatan dan kekuasaan sebagaimana laki-laki! Ini adalah ketentuan-Nya."
Istri seharusnya beriman dan beramal saleh (bertakwa kepada Allah)agar taat kepada suaminya. Ini menjamin dia masuk surga! Dan, tentu menjadi istri (bidadari) atas suaminya (pasangan hidup di dunia)!
Alhamdulillah.. terima kasih pak Ahmad atas penyampaiannya. Maha benar Allah dgn segala firman-Nya. Tiada kata lain yg dapat diucapkan selain mematuhinya dan tunduk kepada ketentuan-Nya sebagai bentuk ketaqwaan kepada-Nya.
Pak Ahmad, saya tidak berani mengkaji apakah keadaan tsb dapat diterima oleh seorang wanita (khususnya istri saya), walau dijadikan sebagai permaisuri sekalipun sesuai dugaannya seperti hidup di dunia (ibaratnya mereka dimadu)?
Sungguh Allah sangat tegas dalam setiap kalam-Nya dan mengajarkan sikap tegas kepada ummat-Nya. Allah maha bijaksana dalam mengatur seluruh ciptaan-Nya dan Allah maha mengetahui seluruh kebutuhan makhluk-Nya. Tak akan bisa dipungkiri bahwa keadaan tsb pastilah hanya bisa diterima oleh wanita yg beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Dan semoga para suami / lelaki yg belum mampu mengambil al-hikmah dalam membaca ayat-Nya (termasuk diri saya), tidak dikelabui pikirannya oleh syetan shg membelokkan tujuan amalan dunia-akhiratnya bukan karena Allah semata, namun karena mengharapkan janji-janji (imbalan/ganjaran) di syurga. Hal ini diibaratkan seseorang yg bersilaturrahim ke rumah atasannya, namun tujuannya karena mengharapkan kenaikan pangkat ataupun bonus yg tinggi, bukan karena rasa kasih sayangnya kepada sang atasan. Sungguh tipis dan halus bila syetan masuk melalui celah seperti ini namun Allah sungguh maha mengetahui setiap isi hati.
Ya Allah, lindungilah kami dari hasutan syetan yg terkutuk dan jauhilah kami dari sifat orang-orang munafik!
Pak Ahmad, alhamdulillah hingga hari ini sudah sekitar 5 hari saya mengamalkan dzikir khofi dgn lafadz "ya wahhab". Namun masih banyak kelemahan bagi saya dalam mengamalkannya karena masih begitu banyak waktu yg terlalaikan utk melafadzkannya terus-menerus dalam hati (terputus-putus karena kegiatan sehari-hari dan segera melafadzkan setelah tersadarkan kembali). Di tiga hari pertama, kurang dari 5% dari waktu 24 jam (dikurangi waktu tidur malam 7 jam) yg tersadar melakukan dzikir khofi mengingati Allah. Alhamdulillah setelah berjalan 5 hari ada sedikit peningkatan, setidaknya menjadi sekitar 9% waktu dalam keadaan "tersadarkan" melakukan dzikir..
Namun perhitungan ini masih sangat tiada berarti dan sungguh lemah manusia dalam pengetahuannya, namun saya yakin Allah maha mengetahui setiap amalan dan maha suci dari segala kelemahan perhitungan manusia. Namun apakah Allah telah ridha dgn amalan saya dalam 7 hari?
Pak Ahmad, sejujurnya saya "terpancing" dgn ungkapan akan mendapatkan keajaiban dalam waktu seminggu dari hal yg tak disangka-sangka... apakah itu dan bagaimanakah itu..? Saya mencari arti ya wahhab dan ternyata bermakna pemberian / maha memberi. Ya Allah, saya penasaran, apakah yg akan Engkau beri kepada hamba yg hina ini.. sungguhkah dgn amalan seperti itu, Kau telah ridho mencurahkan karunia-Mu? Sungguh maha luas kasih sayang-Mu dan sungguh hamba akan mengalami kerugian yg besar bila meragukannya. Dan sesungguhnya Engkau juga menjanjikan syurga kepada hamba-Mu yg bertaqwa dgn segala kesempurnaan keberuntungan dan neraka adalah tempat kerugian yg sangat besar yg dengannya manusia mengalami penyesalan yg teramat sangat...
Pak Ahmad, apakah saya telah lalai dan saya termasuk dalam keraguan?
Saya ingin memperbaiki diri dgn berupaya beristiqomah terlebih dahulu, karena bila tidak demikian, saya akan terus berada dalam kerugian yg besar dan berkelanjutan...
Kepada Allah saya memohon pertolongan agar diteguhkan hati dan iman, dilindungi dari tipu muslihat syetan laknatullah serta memohon ampunan atas kelemahan dan kelalaian.
Ya Allah, berilah hamba petunjuk dan teguhkan keyakinan hamba karena sungguh perjalanan ini terasa sangat berat bila tanpa keridhaan dan petunjuk-Mu.
"Masya Allah, apa pun yang Engkau kehendaki pasti terjadi. Dalam diam, hatinya terus berdzikir. Sesekali, ada unsur lupa atas asma-Mu. Tetapi, diri-Mu adalah tetap dalam keyakinannya sebagai Tuhan Yang Maha Pencipta."
Bagaimanapun, dalam suasana awal berbeda dengan keadaan sudah terbiasa. Pola dzikir khofi menuntut keseriusan menempatkan waktu. Akal yang selalu menguasai waktu untuk memikirkan dunia, saatnya mulai membagi secara adil untuk hati.
Akan tetapi, tetaplah bersyukur, ternyata hati masih mau menerima porsi waktu berdzikir walaupun baru sedikit (9%).
Maka, insya Allah, sesudah hari ke tujuh (7), porsi waktu akan meningkat sebesar 75%. Inilah hadiah Allah kepada hamba-Nya yang memiliki niat yang tulus untuk mengingat-Nya. Dan...hati pun bertambah tenang.
Ketenangan hati menghasilkan kesejukan jiwa. Suasana hati bagaikan tak bersisa persoalan yang ada. Sekalipun sesungguhnya ada, hati tetap tenang, tidak gelisah memikirkannya. Allah SWT telah menjaminkan kekuasaan-Nya untuk menolong hamba-Nya.
Allah SWT akan mempelihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya apabila istiqamah mengingat asma-Nya. Dunia sudah mulai goyah menyaksikan anda berdzikir. Keinginan untuk mengajak kepada kejahatan akal semakin berkurang. Solat pun mulai berbeda dari suasana sebelumnya. Kini, hati sudah mulai memahami keindahan asma-Nya.
Teruskan dzikir asma-Nya (Ya Wahhab) hingga genap mendekati 90%. Insya Allah, ada berita untuk pengganti asma-Nya tersebut.
Salam dari jauh,
Bismillah...
Allahu akbar.. terima kasih ya Allah yg telah menganugerahkan petunjuk kepada hamba. Terima kasih pak Ahmad atas panduan yg disampaikan, sungguh menenangkan.
Hari ini saya mendapatkan kembali petunjuk mengenai arti sebuah amalan. Sebuah artikel di Republika membuka mata hati dan menambah pemahaman saya bahwa kualitas amal lebih penting daripada kuantitas dan semuanya ditentukan dari shakilah (niat)-nya. Subhanallah.. semakin lapang hati dan semakin yakin saya akan kasih sayang Allah. Seakan waktu tempuh dalam masa musafir ilallah ini terasa lebih ringan menghadapi dunia maupun akhirat. Insya Allah.
Ya Allah, ampuni kelalaian dan kesalahan hamba, lindungilah hamba dari kejahatan nafsu dan berikanlah hamba kebaikan di dunia dan akhirat. Amin ya Robbal alamin.
Girah untuk mendekati-Nya lebih utama daripada menerima pemberian harta segunung emas! Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Pencipta. Betapa tidak patutkah kita yang diciptakan tidak berterima kasih ketika Dia memilihkan yang terbaik untuk kita.
Emas, betapa pun sangat didambakan oleh para pecinta materi, tetap tidak menghasilkan kedamaian di hati. Pikiran yang mendominasi kilau dunia akan berkata: "Sungguh bodoh orang yang menolak harta dunia."
Begitulah orang yang lupa akan diri dalam menjalani hakikat kehidupan. Kedudukan seseorang yang seperti itu cenderung menghindar dari kematian. Hidup seolah tiada batas waktu. Kesenangan yang mendominasi hidup.
Alhamdulillah, puji syukur patut kita panjatkan ke Hadirat-Nya. Dialah Yang Maha Mulia atas seluruh ciptaan-Nya. Memuliakan-Nya berarti mencintai-Nya. Maka, siapa yang mencintai-Nya, Dia pasti juga mencintai hamba yang senantiasa merindukan-Nya, mengingat asma-Nya, dan mengharap perjumpaan dengan-Nya.
Kita bukan tidak butuh surga, juga bukan tak takut neraka. Surga dan neraka adalah milik-Nya. Bukan surga yang kita cari dan bukan pula neraka yang dihindari. Akan tetapi, kerinduan akan pemilik keduanya yang menjadi tujuan. Allah, Dialah Sang Pemiliknya.
Apa pun di sisi-Nya, dan pasti yang terbaik, akan diberikan kepada siapa pun yang merindukan-Nya. Dia begitu indah menjadi pujaan hati. Tak satu makhluk-Nya yang seindah diri-Nya. Sang Kholik begitu istemewa dalam hidup ketika kita menjadikan kerinduan kepada-Nya bagaikan sang pecinta mencari Sang Pujaan Hati.
Terima kasih Min, semoga penjelasan yang telah di uraikan bisa bermanfaat buat anak-anak murid saya,terutama saya sendiri. Insyaallah akan di Tausiyahkan setiap jum'at pagi "Mentari Pagi".
EmoticonEmoticon