-->

Translate This Blog

4.6.11

Memahami Petunjuk Allah

Memahami Petunjuk Allah

Kesadaran terhadap apa yang diminta mendasari pemahaman atas dikabulkan atau belumnya sebuah permohonan (do’a). Jika seorang bermunajat kepada Allah Swt dilakukan setiap hari, sudahkah menyadari pesan-pesan yang dipanjatkan? Sudahkah memahami petunjuk Allah telah diturunkan ke dalam hati?

Seharusnya disadari dan diketahui. Pada prakteknya, kebanyakan tidak menyadari. Do’a memohon petunjuk Allah hanya sekedar dipanjatkan tanpa menyadari atas isi do’a tersebut. Secara kebetulan, Muslim Indonesia lebih banyak menghapal bacaan sebuah do’a dalam bahasa Arab tanpa mengerti apa artinya dalam bahasa Indonesia.

Maka, do’a itu hanyalah hapalan tanpa dipahami apa arti dari do’a tersebut. Setiap hari di dalam solat kita senantiasa memanjatkan do’a petunjuk kepada Allah ketika membaca ayat 6 surat Al-Fatihah:

اهدنا الصراط المستقيم
“Tunjukilah kami (ke arah) jalan yang lurus”

Do’a ini 17 kali dibacakan dalam sehari saat mendirikan solat wajib. Belum lagi ditambah dengan solat-solat sunah. Adakah disadari dengan segenap jiwa bahwa kita memang membutuhkannya? 

Sekiranya do’a hanya dipanjatkan tanpa disertai mengerti arti do’a tersebut, maka para pendo’a hanya sebatas mengerti lantunan do’a yang dibacakannya. Tak bedanya seorang qori yang melantunkan ayat-ayat Allah.

Muslim Indonesia terlahir dengan pengajaran bahasa Indonesia atau bahasa ibu. Maka, penguasaan terhadap bahasa Arab relatif sangat sedikit jumlahnya. Saya termasuk di dalamnya. Akan tetapi, terjemahan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia sudah banyak diterbitkan. Minimal kita harus mengetahui terjemahannya, walaupun bukan hasil terjemahan sendiri, setiap do’a atau ayat-ayat Al-Quran. 

Pemahaman suatu teks dalam bahasa ibu lebih membekas daripada bahasa asing, sekalipun tidak berarti ayat-ayat Allah dibacakan hanya terjemahannya saja. Tidak, bukan begitu maksudnya. Akan tetapi, bahasa Al-Quran masih merupakan bahasa asing bagi muslim Indonesia. Karena itu, arti atau terjemahannya harus dimengerti.

Orang yang terlahir dengan bahasa ibu lebih cepat menguasai bahasa ibunya ketimbang bahasa asing. Betapa pun dia sudah mahir dalam bahasa asing tersebut, bahasa ibu tetap lebih membekas. Allah Azza wa Jalla sebagai Tuhan Yang Maha Pencipta dengan kehendak-Nya mengoptimalkan bahasa ibu ke dalam jiwa seseorang yang masih belum menjadikan bahasa asing sebagai bahasa ibu.

Maka, bila seorang berdo’a dengan bahasa Arab sebagai bahasa asing, hendaknya dia harus belajar mengerti terjemahannya. Ini dimaksudkan agar dia seakan-akan dapat mengungkapkan permohonannya kepada Allah dalam penguasaan bahasa yang digunakan ketika berdo’a.

Ini baru tahap awal kita mengerti pesan-pesan do’a yang kita panjatkan. Kemudian, sesudah mengetahui pesan-pesan tersebut, seorang pendo’a harus secara istiqomah menghayati permohonannya: setiap kali berdo’a disadari dengan sepenuh hati benar-benar mendambakan akan dikabulkannya do’a tersebut tanpa ada rasa pesimis. 

Selama tidak ada rasa pesimis (terus menerus berprasangka baik kepada Allah), biarkanlah ditunggu sampai benar-benar Allah Swt mengabulkan do’a tersebut. Bersabar dan berserah diri disertai dengan beramal soleh dengan semampu yang dapat kita lakukan! Allah Swt berfirman di surat Al-Baqarah ayat 186:

وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان فليستجيبوا لي وليؤمنوا بي لعلهم يرشدون

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

Berdo’a di dalam solat, sebagaimana yang diajarkan Allah dalam surat Al-Fatihah ayat 6, sesungguhnya lebih utama. Akan tetapi, sekiranya do’a yang kita panjatkan itu tidak disadari selain hanya dilakukan sebatas membacakannya saja, maka sesungguhnya kita sama sekali tidak mendambakannya. Tiadanya kedambaan dan pengharapan akan dikabulkannya do’a, maka jauh pula dari diperolehnya suatu permohonan yang dibacakan (dipanjatkan).

Bagaimana Memahami Petunjuk Allah?


Sekiranya kita telah menyadari do’a yang kita panjatkan, maka selanjutnya kita harus memahami petunjuk Allah (do’a pada ayat 6 surat Al-Fatihah). Adakah bahwa do’a tersebut sudah dikabulkan?

Pemahaman seperti itu menuntut kita untuk mengetahui makna “Petunjuk Jalan yang lurus.” Secara praktis, Petunjuk adalah tanda. Maka, yang disebut dengan “Petunjuk Jalan yang lurus” adalah suatu tanda yang dapat dikenali adanya jalan yang lurus.

Akan tetapi, secara maknawi atau hakikatnya, “Petunjuk Jalan yang lurus” adalah suatu tanda yang dapat dijadikan pedoman di dalam hati tentang jalan atau rahasia keilahian sehingga mampu membedakan antara yang haq dan yang bathil.

Dengan ungkapan yang lebih mendalam, maknanya dapat ditulis sebagai berikut: “Duhai Allah, berilah kami (diriku dan akalku) mengerti rahasia-Mu yang dapat mengantarkan diriku dan akalku kepada cahaya-Mu. Akalku saja tak cukup mengetahui kemuliaan diri-Mu sekiranya tidak Engkau pancarkan cahaya-Mu ke dalam jiwaku. Jalan-Mu yang lurus adalah rahasia yang sulit terungkap oleh akalku duhai Allah. Bagaimana mungkin diriku dapat mengenali-Mu apabila Engkau tidak menunjukiku kepada Jalan-Mu yang lurus itu. Hanya dengan itu kami mengetahui yang haq dan yang bathil.”

Allah Swt adalah Tuhan Yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana. Mustahil Dia (Allah) tidak memahami apa yang kita dambakan dengan do’a yang kita panjatkan dan mengerti ke arah mana do’a tersebut ditujukan. Dengan kebijaksanaan-Nya maka kita akan dibimbing mengenal “Jalan yang lurus itu.” 

Allah Azza wa Jalla akan membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki. Artinya, sekiranya do’a kita tersebut dikabulkan maka di dalam jiwa (hati) akan ada perubahan yang sangat mendasar terhadap tingkat keyakinan (keimanan) kita. Kondisi jiwa mengalami rasa kerinduan yang mendalam kepada-Nya. Keinginan untuk mendekati-Nya sedemikian menggebu. Gelora jiwa begitu kuat untuk senantiasa mencari hakikat dari semua seruan-Nya untuk hanya menyembah kepada-Nya dan tidak berbuat syirik..

Dalam kondisi jiwa seperti itu, maka kita seolah telah berada di luar kemampuan akal kita memahaminya. Padahal, itulah sesungguhnya Petunjuk Allah yang senantiasa kita panjatkan di dalam solat kita. 

Petunjuk Allah telah disematkan di dalam jiwa. Akan tetapi, kebanyakan orang belum mengetahuinya. Hanya sebahagian kecil yang memahaminya. Allah Azza wa Jalla bermaksud menanamkan rasa kerinduan yang mendalam di dalam jiwa untuk mengantarkan kepada Jalan-Nya yang lurus. Jalan yang mana yang lurus itu? Allah Swt berfirman:

صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين

“(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat” (Q.S Al-Fatihah : 7).

NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post

7 komentar

avatar

Assalamualaikum wrwb.

Begitu sejuk terasa saat membaca tausyiah ini, seakan jiwa melambung dan dekat kepada Allah... ternyata Allah memang begitu dekat, membuat rindu utk segera mendirikan sholat dan bermunajat kepada Allah..! Allahu Akbar!

Membicarakan petunjuk Allah, saya jadi ingat kisah Rasulullah di gua Hira' sewaktu menerima firman Allah yg disampaikan Jibril as: "Iqra... bismirobbikalladzi kholaq... kholaqol insaana min 'alaq.. Iqra..". Firman yg diterima di awal masa kerasulan. Memahami petunjuk Allah dari seluruh ciptaan-Nya.

Mengasah hati, agar mampu membaca petunjuk Allah sehingga menghasilkan amalan yg bermanfaat dunia akhirat, menjadi sebuah prinsip hidup yg membentuk jihad fiisabilillah dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan. Sungguh indah dan teguh dgn mengharap hanya ridha-Nya! Semua terasa mudah dan indah walau akal tak mampu menafsirkan rahasianya.

Pak Ahmad, bagaimana tuntunan Al-Qur'an agar bisa menyeimbangkan antara kecintaan kpd dunia dan kecintaan kpd akhirat agar tetap berada dalam ridha Illahi? Karena keduanya adalah suatu masa yg harus dilalui dan dialami setiap makhluk Allah..?

Sebab...bbrp hari yg lalu, saya merenungi prinsip hidup di dunia melalui burung2 yg saling berkicau dan beterbangan di belakang rumah saya. Seolah mereka sdg "show" di hadapan saya dan berbicara: "wahai Eddy, beginilah caranya hidup..". Saya berpikir apa maksudnya. Mereka membuat sarang (rumah)-nya sendiri, keluar dari sarangnya, terbang mencari rezeki.. berkumpul bersama, makan secukupnya dari sisa2 kerak nasi yg ditabur istri saya, lalu bercengkerama dan terbang kembali setelah selesai lalu menikmati alam yg diciptakan Allah.. kemudian kembali ke sarang menjelang petang. Sebagian mungkin kembali esok harinya melihat apakah masih ada sisa nasi lagi di belakang rumah saya dan sebagian mungkin ada yg tidak kembali karena ajal telah menjemput. Hidupnya mengalir... seperti tanpa beban dan hanya menjalani sunnatullah. Subhanallah...

Pak Ahmad, saya telah menganggap Bapak sbg the teacher of my heart.. seorang guru spiritual saya, walau hanya melalui blog ini. Tuntunlah terus melalui blog ini, smg dengan ini insya Allah saya mampu terus beristiqomah di jalan-Nya. Amin yra. Terima kasih.

Wassalam,

Eddy - Samarinda.

avatar

Wa 'alaikum salam wr. wb.

Seolah jantungku berdebar kencang saat Pak Eddy menyebut diriku "The teacher of spiritual"! Betapa tidak, saya hanyalah penulis blog (blogger), tidak bedanya dengan para blogger lainnya. Akan tetapi, bagaimanapun juga, saya menghargai Pak Eddy! Padahal, saya sesungguhnya sangat takut bila ada yang memosisikan saya sebagai seorang Guru Spiritual. Saya berharap agar tidak melebih-lebihkan saya yang faqir, lemah tak berdaya!

Adapun persoalan yang ditanyakan Pak Eddy, jawaban saya persis sebagaimana gambaran pak Eddy tentang kehidupan burung! Keduanya, burung dan manusia, adalah makhluk Allah! Hanya saja, yang membedakannya adalah yang satu mengandalkan instinknya dan yang lain (manusia) menggunakan akalnya! Burung tidak menerima perintah untuk menyembah (beribadah) kepada Allah, sedangkan manusia sangat diperintahkan untuk tunduk dan patuh kepada-Nya.

Ketundukan dan kepatuhan itulah yang seharusnya menjadi prinsip dalam menjalani kehidupan di dunia, sebelum akhirnya akan singgah di Hari Kemudian!

Allah Swt sebagai Sang Maha Pencipta atas makhluk-Nya pasti akan menunjuki jalan-jalan kemudahan bagi siapa pun yang senantiasa berkhidmat kepada-Nya!

Allah Azza wa Jalla telah berjanji atas diri-Nya bagi orang-orang yang tunduk dan patuh (bertakwa) kepada-Nya. Ketundukan dan kepatuhan akan menjadikan seseorang dimuliakan di dunia dan di akhirat, juga diberi rezeki tanpa batas. Dalam hal ini, Allah Yang Maha Penyayang berfirman:

"Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas" (Q.S. Al-Baqarah : 212).

Pada ayat lain, Allah Swt berfirman:

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan" (Q.S. Al-Qashash : 77).

Seorang yang tunduk dan patuh kepada Allah tidak berarti hanya ingat kepada akhirat dan mengabaikan kenikmatan dunia! Hanya saja, keduanya seharusnya ditempatkan secara proporsional dengan berbuat baik (tidak sombong atau kikir) kepada orang-orang yang berhak menerimanya! Berlaku baik (beramal soleh) adalah termasuk perbuatan yang tidak membuat kerusakan (kejahatan) di dunia.

Kepastian janji Allah telah dinyatakan di dalam firman-Nya, bahwa bagi orang-orang yang bertakwa akan disediakan rezeki dari arah yang tidak diduga-duga. Allah Swt berfirman:

"Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu" (Q.S. Ath-Thalaq : 3).

Saya rasa dengan 3 (tiga) ayat ini saja sudah sangat jelas bagaimana Allah Swt memperlakukan kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat, bagi orang-orang yang bertawakal (takwa) kepada Allah! Allah telah mengatur semuanya sehingga tidak perlu ada rasa takut apabila bersungguh-sungguh mendekatkan diri sebagai seorang hamba-Nya, bukan sebatas hanya sebagai makhluk-Nya!


Salam dari jauh,


Ahmad

avatar

Apa yg lebih urgen itu kt memahami aqidah dulu yang benar kemudian setelah itu kt bertaqwa, masalahnya kt masing2 saling mengklaim bahwa diri kitalah yg mendapat petunjuk. Dan petunjuk yg lurus itu adalah mengikuti nabi kemudian kt sbg umatnya harus memperbandingkan antara mazhab satu dg yg lainnya agar kita benar2 mendapat kebenaran dan Ridho Allah.

avatar

Sayang sekali saya tidak mengenal siapa sampean (anda). Kalau saja tertulis nama sampean, tentu saja, saya akan lebih akrab memanggil nama sampean.

Kalau saya diperkenankan untuk memberi masukan, bukan 'pendapat' sebagai yang paling benar, saya mengatakan bahwa apa yang sampean klaim itu merupakan 'pendapat' dari pemahaman sampean tentang keharusan seorang muslim dalam memosisikan dirinya di hadapan Allah Yang Maha Pencipta!

Gairah atau dikenal dengan pengertian semangat bermula dari adanya pengetahuan tentang sesuatu hal yang kita pelajari. Sekiranya tidak ada pengetahuan mengenai sesuatu tersebut, agak sulit kita dapat secara tiba-tiba menjadi bergairah. Ini merupakan hukum alam (natural atau sunatullah) dalam kedudukan kita sebagai makhluk yang berpengetahuan!

Saya bermaksud menegaskan di sini bahwa Islam sesungguhnya adalah "sesuatu hal" yang pada mulanya belum kita ketahui! Akan tetapi, sehubungan Allah Swt telah menciptakan otak untuk manusia agar mengerti, Allah Azza wa Jalla mengajari lewat perantaraan kalam (firman-Nya) bagaimanakah sesungguhnya Islam itu, yang di dalam Al-Qur'an sebagai agama yang diridoi oleh Allah, dapat mengantarkan bagi yang meyakininya beroleh keselamatan di dunia dan di akhirat!

Pengetahuan tentang Islam kita dapati dari Al-Qur'an. Selanjutnya, dari situ, orang-orang yang menggalinya dengan sungguh-sungguh semakin bertambah gairah untuk memahami lebih jauh apa itu Islam! Maka, jelaslah, bahwa 'gairah' yang bertumpu pada keyakinan (aqidah) harus didahului dengan 'menggali' sumber pengetahuan (Al-Qur'an), juga hadits Nabi Saaw, agar terbuka 'cahaya'-Nya bagi siapa pun yang mempelajarinya!

Allah Maha Mengetahui yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Cahaya-Nya dapat menerangi 'kegelapan' dunia yang sangat sulit dipahaminya sekiranya tiadanya kemahabijaksanaan-Nya! Apapun yang kita peroleh sama sekali bukan semata-mata karena apa yang kita upayakan (pelajari), selain karena Dia Maha Bijaksana!

Semua itu telah tersebut di dalam firman-Nya yang dapat dibaca oleh siapapun yang bersungguh-sungguh.

Allah Swt telah berfirman:

"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa" (Q.S. Al-Baqarah : 21).

Dari Al-Qur'an, yang kita yakini kebenarannya itu dengan pemahaman akal kita sesudah mempelajarinya, kita mengetahui firman-Nya bahwa hanya dengan menyembah Allah (bukan selain-Nya)-lah seorang mukmin menjadi bertakwa! Dan, selanjutnya, akal kita akan bertanya: "Bagaimanakah cara menyembah Allah itu?" Dalam ketidaktahuan kita tentang cara (kaifiyah) menyembah Allah, Rasulullah Saaw yang mulia telah diriwayatkan mengajarinya.

Allah Swt, sekali lagi ditegaskan, adalah Tuhan Yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana. Dia telah mengutus seorang manusia pilihan untuk menjelaskan ketidakpahaman umatnya terhadap ayat-ayat Allah Azza wa Jalla. Dengan penjelasan dari Rasul-Nya Saaw, umat muslim diajarkan: "Shollu kama roaitumuni usholli,' -- Solatlah sebagaimana aku solat!

Akan tetapi, sejarah tetap sebagai bagian dari suatu kehidupan umat manusia, tidak semua sahabat mengetahuinya secara keseluruhan dari apa yang telah dikatakan (disabdakan) dan diperbuat oleh beliau Saaw! Terbukti, dalam rentang waktu yang begitu panjang, umatnya yang lahir kemudian melakukan peribadatan dalam keragaman yang membingungkan bila tidak adanya keyakinan atas yang telah dipilihnya (mazhab pemikiran) sesuai dengan pemahaman akalnya.

Mazhab mana yang sampean pilih sebenarnya bergantung kepada keyakinan sampean setelah mempelajarinya. Yang menjadi permasalahan adalah apabila suatu mazhab menganggap mazhab yang lain salah. Padahal, belum tentu mazhabnya adalah yang paling benar! Sepatutnya dalam mempelajari Al-Islam tidak perlu mencari-cari kesalahan! Yang patut dicari adalah keridoan-Nya! Dan, keridoan Allah hanya diperuntukan bagi siapapun yang tunduk dan patuh kepada-Nya.

Salam buat sampean,

Ahmad

avatar

Terima kasih Pak Ahmad atas penjabaran 3 ayat tsb. Sungguh bermakna.

Melalui pelajaran dari burung n tausyiah yg Bapak sampaikan, sya mnyimpulkan bahwa hidup di dunia hnyalah spt mngikuti aliran air sungai atau hembusan angin.. di dalamnya kita skedar mlaksanakan apa yg mnjadi kwajiban n kelak akn mnerima yg mnjadi hak yg walau sebesar biji zarah tdk akn terabaikan, tnpa dianiaya sdikit pun kcuali org-org yg melampaui batas n mlawan arus yg telah ditetapkan-NYA. Sang Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Mengetahui, Maha Adil n Maha Hidup snantiasa mbimbing n melindungi kita, selama tetap mengikuti aliran tsb dgn ikhlas dan sabar. Agar tidak terlempar dari aliran tsb, stiap manusia harus beristiqomah di jalan yg dilalui agar tidak tersesat.

Trnyata scara logika n fakta, skedar mngikuti aliran air atau hembusan angin sbenarnya tdklah berat bhkan ringan krn sbenarnya kita hanya dibawa keadaan yg mengantar dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat hingga sampai di ujung aliran. Hanya diingatkan oleh sang Maha agar tetap berhati-hati (waspada - dzikir) agar tidak terhantam batu yg mmg sdh ada di tempatnya, yg sewaktu-waktu akan bertemu. Klau mngalami kesulitan maupun kemudahan, ingat surah alam nasyrah... sungguh Allah sudah melengkapi seluruh sisi hati manusia dan kehidupannya, hingga tarikan nafas per nafas.

Anehnya, walaupun setiap manusia pasti tahu bgmn sulitnya melawan arus sungai, bhkan sangat berbahaya, kebanyakan manusia malah senang dgn "tantangan" mlawan arus sungai, keluar dari "ketenangan" mengikuti aliran yg sdh ditetapkan, pdhal hnya perlu sdikit keikhlasan n pngetahuan akn makna hidup, beruntunglah orang yg berilmu dan mengenal Tuhannya. Maka benar, aqidah (keyakinan) itu haruslah duluan. Krn tnpa kyakinan, nafsu n syaitannirrajiim akan mengombang-ambing akal agar diri menepi n tertipu dgn keindahan sesaat yg ada di tepian sungai... pdhal keindahan demi keindahan sebenarnya bisa dinikmati di sepanjang aliran sungai itu tnpa harus memaksa diri menepi atau bahkan melawan arus. Kita diminta beramal kebaikan agar org di belakang kita mendapatkan kemudahan dlm melalui aliran yg dilewati dgn mengurangi batu-batu yg menghalangi sedaya upaya dgn kuasa Allah. Setiap kemudahan yg dihasilkan akan menjadi limpahan doa kebaikan bagi diri kita sendiri. Wallahu a'lam. SubhanALLAH....

Pak Ahmad, adalah bentuk penghormatan saya kpd Bapak dgn penyebutan guru spiritual bagi saya. Sungguh tausyiah yg diberikan begitu banyak membuka mata hati dan akal saya dalam mengkaji rahmat Illahi.

Saya pernah bermimpi sholat di dalam mesjid (yg sy kenali sbg mesjid Nabawi - padahal saya blm pernah tau bentuknya), namun lantainya hanya semen berpasir kasar (seperti menolak kening saya saat sujud - namun di mimpi justru saya tekan sekuatnya kening saya utk menghukum diri saya yg selalu lupa kpd Allah). Dalam mesjid tsb saya ketemu dgn Bapak saya dan mengingatkan agar berteman-lah dgn orang sholeh.. saya kira Bapak adalah salah satunya... alhamdulillah. Tdk ada maksud "memuja n berlebih2an". Insya Allah... Allah di atas segalanya dan Allah telah merahmati org2 pilihan-Nya utk menebar rahmat dan ilmu-Nya. Saya kira tidaklah salah jika saya menyebut guru karena Allah melimpahkan ilmu-Nya melalui Bapak utk disampaikan kepada org2 yg juga dihendaki-Nya utk bertemu dan menerima ilmu-Nya. Subhanallah.. Semoga Allah merahmati.. Amin.

Note: Bapak bisa sebut nama saya saja Pak, tdk perlu pakai "Pak".. Rasanya menjadi lebih dekat dgn Bapak. Terima kasih.

Wassalam,

Eddy "Shaliq" - Samarinda.

avatar

Maaf pak saya mw bertanya, nama saya manda.. Bgini pak.. Saya ingin mengetahui tentang petunjuk Allah.. Apakah kalau itu adalah petunjuk Allah menjadikan jiwa kita tenang dan damai?? Dan apakah kalau ilmu yg kita pelajari itu benar menjadikan jiwa kita tenang juga??

Apakah ada kemungkinan pak, kalau jiwa yang tenang itu hanyalah kamuflase dari tipuan syaithan?? Misalkan kita mempelajari sesuatu, sehingga sesuatu itu membuat diri kita menjadikan jiwa tenang, tpi disitu sisi saya berpikir apakah ini hanya kamuflase dri syaithan??

Demikian yg saya tanyakan pak..

avatar

Anonymous yang dirahmati Allah,

Petunjuk Allah swt diturunkan ke dalam dada (hati-ruhaniah) orang-orang beriman yang hatinya bersih. "Sungguh beruntunglah orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya" (QS. Asy-Syams: 9-10).

Kedua ayat tersebut terkait dengan ayat sebelumnya, yaitu ayat 8, "maka Allah mengilhamkan kepadanya (jiwa) jalan kefasikan dan ketakwaannya."

Untuk orang-orang beriman yang menyucikan jiwanya, maka Allah pasti mengilhamkan (jalan) ketakwaannya. Sebaliknya, bagi mereka yang mengotori jiwanya akan diilhamkan ke dalam jiwa (jalan) kefasikan atau kejahatan.

Proses penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) merupakan upaya orang beriman melakukan riyadhah (palatihan) mengendalikan hawa nafsu -- melalui bimbingan seorang ahli zikir -- dengan zikir khofi (berzikir tersembunyi di dalam hati).

Kedudukan ahli zikir yang dimaksud di sini adalah seorang Waliyan Mursyida (Mursyid yang telah diridai oleh Allah dan diperkenankan untuk menunjuki ke Jalan-Nya yang lurus menjadi Guru Spiritual atau Guru Ruhani).

Sedangkan orang beriman yang melakukan riyadhah zikir khofi itu adalah salik atau murid yang dibimbing oleh ahli zikir.

Jadi, seorang salik tidak sendiri mempelajari, melainkan diajarkan oleh seorang Mursyid yang telah diridai oleh Allah.

Allah swt telah berfirman:

"Dan tidaklah Kami mengutus (Rasul) sebelum kamu (ya Muhammad) kecuali beberapa orang laki-laki yang telah Kami beri wahyu kepada mereka maka tanyakanlah kepada ahli zikir (orang yang telah diberi ilmu oleh Allah) jika kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Anbiya: 7).

Jika hal demikian diperjuangkan oleh seorang salik, yaitu melakukan dengan sungguh-sungguh berzikir khofi, sekali lagi, melalui bimbingan seorang ahli zikir, maka insya Allah akan diantarkan pada Jalan-Nya yang haq hingga mendapati petunjuk di dalam hatinya.

Demikian penjelasan kami,

Salam,

Ahmad


EmoticonEmoticon

Post a Comment

NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner